Intip Sejarah RI Swasembada Kedelai Sebelum Kecanduan Impor

Intip Sejarah RI Swasembada Kedelai Sebelum Kecanduan Impor

Aulia Damayanti - detikFinance
Minggu, 27 Feb 2022 08:00 WIB
Perajin tahu dan tempe di Depok gelar aksi unjuk rasa imbas kenaikan harga kedelai. Tak hanya itu, mereka juga mogok produksi selama 3 hari.
Foto: Andhika Prasetia/detikcom
Jakarta -

Tahun baru 2022 ini banyak bahan pangan yang harganya mengalami kenaikan, salah satunya kedelai sebagai bahan baku tempe dan tahu. Tingginya harga kedelai menyebabkan perajin tahu tempe melakukan aksi mogok selama beberapa hari.

Saat ditemui di lapangan, penjual tempe ada yang mempertanyakan mengapa Indonesia tidak ada swasembada kedelai. Padahal tempe dan tahu yang menjadi makanan favorit di Indonesia, bahan baku utamanya kedelai.

Nah ternyata, Indonesia pernah mencapai swasembada kedelai yaitu pada zaman orde baru. Tepatnya pada 1992 atau kurang lebih 30 tahun yang lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini dikatakan oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan (2014-2017), Hasil Sembiring. Ia mengatakan saat itu luas panen kedelai di seluruh Indonesia mencapai 1,889 juta hektar sehingga produksi melimpah.

"Pada 1992 luas panen kedelai pernah sampai 1,889 juta hektar. Waktu itu nggak ada impor," kata eks Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Hasil Sembiring 27 Agustus 2015.

ADVERTISEMENT

Senada, Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifudin mengatakan produksi kedelai pada 1990-1992 mencapai 1,6-1,8 juta ton per tahun. Hal ini dikatakan pada Desember 2015.

Jika 30 tahun lalu Indonesia pernah swasembada kedelai, mengapa saat ini ketergantungan dengan impor?

Masalah utama tingginya tingkat impor kedelai adalah sedikitnya produksi di dalam negeri. Hal ini disebabkan karena kurangnya lahan baru untuk kedelai.

Menteri Pertanian (Mentan) Suswono periode 2009-2014 pernah mengatakan untuk bisa swasembada kedelai, Indonesia harus punya lahan 1,6 juta hektar seperti yang pernah terjadi pada 1992. Artinya memang perlu lahan baru untuk meningkatkan produksi.

"Memang soal lahan ini penting. Tidak ada pilihan lain untuk mencapai swasembada kedelai memang harus ada tambahan lahan. Sebab kedelai dan jagung ini posisinya trade off. Karena menanamnya dan lahannya relatif sama. Waktunya sama. Sehingga petani itu melakukan pilihan mana yang lebih menguntungkan," tutur Suswono 27 Juli 2012.

Lanjutkan ke halaman berikutnya

Selain masalah lahan, petani ternyata tidak bergairah untuk menanam kedelai karena harga di tingkat petani yang rendah. Ia menjelaskan, kembalinya gairah petani menanam kedelai memang harus diimbangi dengan ketersediaan tambahan lahan baru untuk menanam kedelai.

"Artinya kalau kedelai menggairahkan, larinya kedelai, jagungnya turun, otomatis tambahan areal baru itu penting, dan kita harapkan mudah-mudahan daerah-daerah potensial pengembangan seperti di delta kayan di bulungan itu potensinya cukup bagus, kita sebenarnya Merauke itu bisa segera," ucapnya.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga Oktober 2020, Indonesia sudah mengimpor sebanyak 2,11 ton kedelai dengan total transaksi sebesar US$ 842 juta atau sekitar Rp 11,7 triliun (kurs Rp 14.000/US$).

Negara yang paling banyak mengekspor kedelainya menuju Indonesia adalah Amerika Serikat (AS), Kanada, Malaysia, Argentina, hingga Prancis. Selama Januari-Oktober 2020, impor kedelai dari AS ke Indonesia jumlahnya mencapai 1,92 juta ton dengan nilai transaksi sebesar US$ 762 juta atau sekitar Rp 10,6 triliun.

Selama tiga tahun terakhir, impor kedelai pun terus meningkat. Di tahun 2018 impor kedelai mencapai 2,58 juta ton, kemudian jumlahnya naik di tahun 2019 menjadi 2,67 juta ton. Selama itu pula, AS menjadi negara paling banyak yang menyediakan kebutuhan kedelai di Indonesia.

Sebagai informasi, kebutuhan kedelai dalam negeri setiap tahunnya adalah 3 juta ton. Sementara budi daya dan suplai kedelai dalam negeri hanya mampu 500 hingga 750 ton per tahunnya. Untuk mencukupi kebutuhan nasional, pemerintah kemudian melakukan impor.

Kini, harga kedelai internasional tengah mengalami kenaikan yang signifikan. Dampaknya melebar ke perajin dan pedagang tempe dan tahu. Perajin tahu tempe pernah melakukan aksi mogok produksi dari 21-23 Februari 2022.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Zulhas Sebut Bulog Mau Impor 350 Ribu Ton untuk Tekan Harga Kedelai"
[Gambas:Video 20detik]
(zlf/zlf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads