Akibat invasi ke Ukraina, banyak perusahaan yang ingin angkat kaki dari Rusia. Hal ini membuat pemerintah Rusia tak tinggal diam, mereka berupaya untuk menahan perusahaan-perusahaan tersebut agar tak pergi dari Rusia.
Dikutip dari CNN Presiden Rusia Vladimir Putin membuat larangan penjualan aset-aset perusahaan hingga konflik ini meredam.
"Keputusan Presiden sudah disiapkan untuk membatasi aset yang keluar dari Rusia. Kami harap mereka bisa terus ada di sini," kata dia Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin dikutip dari CNN, Rabu (2/3/2022)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu perusahaan yang ingin pergi meninggalkan Rusia adalah BP. Perusahaan minyak raksasa ini berencana untuk menjual 19,57% di perusahaan minyak terbesar Rusia Rosneft.
Kemudian Shell dan Equinor dari Norwegia yang ingin meninggalkan Rusia. Lalu Total Energies yang menyatakan tak akan menyediakan modal baru untuk proyek-proyek di Rusia.
Saat ini Rusia sedang berjuang untuk mencegah krisis keuangan setelah AS, Uni Eropa dan negara sekutu lainnya memberikan sanksi di sistem perbankan dan pembekuan cadangan devisa ratusan miliar dolar AS.
Analis mengungkapkan sanksi ini bisa menyebabkan krisis pada sektor perbankan di Rusia. Selain itu Rubel juga terperosok dalam hingga 25% pada Senin dan saat ini Rubel hanya bernilai satu sen AS.
Kebijakan darurat dikeluarkan oleh pemerintah Rusia demi menstabilkan sistem keuangan. Salah satunya adalah bank sentral mengerek suku bunga lebih dari dua kali lipat menjadi 20% dan melarang pialang Rusia menjual sekuritas yang dipegang oleh orang asing.
Pemerintah juga meminta eksportir untuk menukar 80% pendapatan mata uang asing mereka dengan rubel dan melarang penduduk Rusia untuk melakukan transfer bank di luar Rusia. "Saya yakin sanksi ini akan dihentikan," kata dia.
(kil/das)