Kencangkan Ikat Pinggang! Perang-Inflasi Double Kill buat Ekonomi

Kencangkan Ikat Pinggang! Perang-Inflasi Double Kill buat Ekonomi

Trio Hamdani - detikFinance
Jumat, 04 Mar 2022 11:45 WIB
Melihat dari Udara Kerusakan Akibat Rusia Vs Ukraina di Borodyanka
Foto: Reuters
Jakarta -

Presiden Bank Dunia David Malpass memperingatkan bahwa perang Rusia dan Ukraina merupakan bencana bagi dunia. Hal itu dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi global terkoreksi.

"Perang di Ukraina datang pada saat yang buruk bagi dunia karena inflasi sudah meningkat," katanya disadur detikcom dari BBC, Jumat (4/3/2022).

Malpass mengatakan dampak ekonomi dari perang menyebar di luar perbatasan Ukraina, dan kenaikan harga energi global khususnya paling memukul orang miskin, seperti halnya inflasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perang juga mendorong naiknya harga pangan. Itu merupakan masalah yang sangat nyata bagi orang-orang di negara-negara miskin.

Malpass menunjukkan bahwa baik Rusia dan Ukraina adalah produsen makanan terbesar. Ukraina misalnya, adalah produsen minyak bunga matahari terbesar di dunia, dan Rusia terbesar kedua menurut S&P Global Platts. Mereka menyumbang 60% dari produksi global.

ADVERTISEMENT

Kedua negara juga menyumbang 28,9% dari ekspor gandum global menurut JP Morgan. Harga gandum di bursa berjangka Chicago telah diperdagangkan pada level tertinggi setelah 14 tahun.

Pasokan komoditas ini oleh Rusia sedang dibatasi karena sanksi yang meluas yang mempersulit seluruh dunia untuk membeli produknya. Pasokan Ukraina telah dihentikan karena pertempuran telah menutup pelabuhan negara itu.

"Tidak ada cara untuk menyesuaikan diri dengan cukup cepat terhadap hilangnya pasokan dari Ukraina dan Rusia, sehingga menaikkan harga," kata Malpass.

Dia mengatakan hal yang sama berlaku untuk pasokan energi Rusia, dan itu sangat merusak Eropa barat, di mana pemerintah telah mengabaikan aspek lain tentang bagaimana memiliki listrik yang cukup. Sekitar 39% listrik Uni Eropa berasal dari pembangkit listrik yang membakar bahan bakar fosil, dan Rusia adalah sumber terbesar minyak dan gas tersebut.

Saat Uni Eropa ingin mempercepat transisinya ke sumber energi lain, pemerintah Vladimir Putin mungkin akan kehilangan sebagian pasar mereka secara permanen menurut Malpass. Kehilangan pendapatan seperti itu hanyalah salah satu cara perang ini akan merusak standar hidup di Rusia, demikian juga jatuhnya nilai rubel dan inflasi yang diakibatkannya.

Lihat juga Video: Gedung Teater Tua di Lviv Jadi Pusat Pengungsian Warga Ukraina

[Gambas:Video 20detik]




Bank Dunia telah berkomitmen menyisihkan US$ 7,9 miliar untuk membantu mengembangkan ekonomi Ukraina sejak revolusi 2014. Uang itu telah membantu negara melembagakan reformasi ekonomi yang luas termasuk privatisasi di sektor energi dan perbankan, serta upaya untuk membuat lahan pertaniannya lebih produktif.

Kurang dari sebulan sebelum invasi Rusia, bank sentral independen Ukraina memperkirakan bahwa ekonomi akan tumbuh 3,4% tahun ini, setelah tekanan pandemi COVID-19. Namun, perang menghadirkan dampak bencana bagi perekonomian negara tersebut.

Malpass khawatir bahwa perang akan menyebabkan kerusakan jangka panjang pada ekonomi dan rakyat Ukraina.

Bank Dunia sedang dalam proses menyusun paket bantuan US$ 350 juta untuk Ukraina yang diharapkan akan disetujui dalam beberapa hari ke depan. Dengan anjloknya pendapatan pajak karena perang, itu akan membantu membayar hal-hal seperti gaji pemerintah, kesejahteraan sosial, dan persediaan darurat.

"Ini akan membantu mendanai anggaran Ukraina", kata Malpass.

Dia sadar bahwa selain risiko bagi kehidupan jutaan orang Ukraina, perang dapat menjadi kemunduran ekonomi yang bertahan lama.


Hide Ads