Ketika komunisme runtuh di bumi Uni Soviet dan Rusia terbentuk, perusahaan-perusahaan Barat mulai berdesak-desakan untuk masuk ke tanah Rusia. Kedatangan merek seperti Coca-Cola dan McDonald's melambangkan dimulainya era baru.
Langkah itu diikuti oleh peritel, penambang, pengacara, hingga penasihat di berbagai sektor. Orang Rusia menjadi konsumen jeans Levi's dan barang-barang mewah lainnya.
Sekarang, setelah agresi militer Presiden Vladimir Putin di Ukraina, beberapa perusahaan barat sebaliknya justru ramai-ramai mengumumkan mereka akan 'cabut' dari Rusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir dari BBC, ini dia sederet perusahaan barat yang 'cabut' dari Rusia usai Putin melakukan invasi militer di Ukraina.
1. Perusahaan Energi
Ketika konflik di Ukraina pecah, perusahaan energi British Petroleum alias BP langsung berada di bawah tekanan. Perusahaan memiliki saham besar di raksasa energi Rusia, Rosneft. BP sendiri telah mengumumkan akan mencabut kepemilikannya di Rosneft.
Hal yang sama diikuti Shell, ExxonMobil, dan Equinor yang memotong investasi mereka di Rusia menyusul tekanan dari pemegang saham, dari pemerintah, dan juga masyarakat.
Taruhan energi itu sangat berharga. Saham BP di Rosneft menyumbang seperlima dari keuntungan terbaru perusahaan. Sedangkan Shell bisa mengorbankan hingga US$3 miliar untuk keluar dari usahanya dengan Gazprom.
Sementara itu, Total Energies, pemain besar lainnya di Rusia, telah mengatakan tidak akan mendanai proyek-proyek baru di negara tersebut. Tetapi tidak seperti rekan-rekannya yang tidak berencana untuk menjual investasi yang ada.
2. Perusahaan Hiburan
Penggemar film di Rusia yang ingin pergi dan melihat film blockbuster baru Warner Bros, The Batman pun nampaknya tidak akan dapat melakukannya. Hal itu terjadi setelah Warner Bros menangguhkan rilis film baru mereka di negara tersebut.
Pembuat film AS itu bergabung dengan Disney dan Sony menangguhkan rilisan terbarunya di Rusia. Bahkan, Netflix pun ikut menangguhkan semua proyeknya di negara itu.
Semua perusahaan mengatakan keputusan mereka didasarkan pada krisis kemanusiaan di Ukraina, bukan sebagai akibat dari sanksi yang telah dijatuhkan.