Setelah invasi Rusia ke Ukraina, beberapa sanksi dari negara-negara barat diluncurkan sebagai bentuk dukungan mereka bagi Ukraina.
Negara barat seperti Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, Inggris dan beberapa negara lainnya melempar berbagai sanksi untuk merusak sistem ekonomi, industri, hingga pelumpuhan pasukan militer Rusia.
Dilansir dari CNN Internasional, kekhawatiran akan sanksi yang mungkin diluncurkan beberapa pihak membuat pasar saham Rusia anjlok 33% pada Kamis (24/2).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, rubel (mata uang di Rusia) terus diperdagangkan walau sudah mendekati rekor terendah terhadap nilai dolar dan euro.
Jatuhnya nilai rubel, mampu menyusutkan ekonomi Rusia mencapai US$ 800 miliar atau Rp 11,4 triliun (kurs 14.300).
Selama periode yang sama, Moskow telah mencoba memberhentikan proses jatuhnya nilai rubel itu secara berangsur-angsur atau bahkan sekaligus. Hal itu dilakukan dalam rangka membangun strategi untuk memulihkan ekonominya.
Ternyata ekonomi Rusia juga bergantung pada komoditas minyak. Dengan membatasi pengeluaran pemerintah dan menjaga cadangan mata uang asing mereka, membuat upaya pemulihan ekonominya berjalan dengan baik di tengah sanksi yang diterimanya.
Perencanaan ekonomi Putin telah mampu meningkatkan produksi barang-barang tertentu di dalam negeri dengan memblokir produk-produk yang setara dari luar negeri. Sementara itu, Moskow telah mengumpulkan dana cadangan internasional sebesar US$ 630 miliar. Jumlah tersebut termasuk jumlah yang sangat besar, jika dibandingkan dengan sebagian besar negara lain.
Seorang ekonom Citi dan beberapa rekannya di Chatham House David Lubin, mengatakan 'benteng ekonomi' membutuhkan penciptaan cadangan mata uang asing yang sangat besar, yang akan bisa digunakan jika sanksi yang diterima lebih berat.
Menurutnya, Rusia telah mengikuti pola strategi benteng ekonomi itu dengan baik, karena Rusia telah melakukan pencadangan mata uang asing. Upaya pencadangan mata uang asing itu bisa dilihat dari apa yang sudah dilakukan bank sentral Rusia.
Bentuk strategi Rusia dalam mempersiapkan ekonominya untuk saat ini, juga dilakukan dengan memfokuskan pada harga minyak global senilai $100 per barel. Penetapan harga itu bisa menghasilkan pendapatan lebih tinggi bagi negara. Moskow memastikan bahwa gaji dan pensiun rakyatnya bisa dibayarkan.
(eds/eds)