Jakarta -
Perang di Ukraina diyakini akan mengguncang pasokan pangan di dunia dan mempengaruhi biaya yang harus dikeluarkan setiap orang untuk memenuhi kebutuhan terhadap makanan.
Yara International, perusahaan pupuk yang beroperasi di lebih dari 60 negara memperingatkan bahwa situasinya bisa menjadi lebih sulit.
"Segalanya berubah setiap jam," kata Bos Yara, Svein Tore Holsether kepada BBC disadur detikcom, Selasa (8/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka sudah berada dalam situasi yang sulit sebelum perang, dan sekarang diperparah dengan gangguan pada rantai pasokan.
"Dan kami mendekati bagian terpenting musim ini untuk belahan bumi utara, di mana banyak pupuk harus dipindahkan, dan itu kemungkinan besar akan terpengaruh," sebutnya.
Rusia dan Ukraina adalah produsen terbesar di bidang pertanian dan pangan secara global untuk sejumlah komoditas. Rusia juga menghasilkan sejumlah besar nutrisi, seperti kalium dan fosfat yang merupakan bahan utama untuk pupuk, yang memungkinkan tanaman tumbuh subur.
"Setengah dari populasi dunia mendapat makanan dari pupuk... dan jika itu dihilangkan dari ladang untuk beberapa tanaman, (hasilnya) akan turun 50%," kata Holsether.
"Bagi saya, ini bukan soal apakah kita sedang bergerak ke dalam krisis pangan global - melainkan seberapa besar krisis itu nantinya," sambungnya.
Perusahaannya telah terkena dampak konflik setelah sebuah rudal menghantam kantor Yara di Kyiv.
Perusahaan yang berbasis di Norwegia ini tidak secara langsung terkena sanksi terhadap Rusia, tetapi harus menghadapi dampaknya. Mencoba mengamankan pengiriman menjadi lebih sulit karena gangguan dalam industri pelayaran.
Simak video 'Rusia Buka 6 Koridor Kemanusiaan di Ukraina':
[Gambas:Video 20detik]
Hanya beberapa jam setelah Holsether berbicara kepada BBC, pemerintah Rusia mendesak produsen untuk menghentikan ekspor pupuk.
Dia menunjukkan bahwa sekitar seperempat dari nutrisi utama yang digunakan dalam produksi makanan Eropa berasal dari Rusia.
"Pada saat yang sama kami melakukan apa pun yang kami bisa lakukan saat ini juga untuk mencari sumber tambahan. Tapi dengan timeline yang begitu singkat, itu terbatas," katanya.
Analis juga telah memperingatkan bahwa langkah itu akan menyebabkan biaya yang lebih tinggi bagi petani dan hasil panen yang lebih rendah. Itu bisa berdampak pada biaya yang lebih tinggi untuk makanan.
Nutrisi juga bukan satu-satunya faktor yang perlu dipertimbangkan. Sejumlah besar gas alam dibutuhkan untuk menghasilkan amonia, bahan utama dalam pupuk nitrogen. Yara International bergantung pada sejumlah besar gas Rusia untuk pabriknya di Eropa.
Tahun lalu, pihaknya terpaksa menghentikan sementara produksi sekitar 40% dari kapasitasnya di Eropa karena lonjakan harga gas grosir. Produsen lain juga memangkas pasokan.
Dikombinasikan dengan tarif pengiriman yang lebih tinggi, sanksi terhadap Belarusia (pemasok kalium utama lainnya) dan cuaca ekstrem, ini mendorong lonjakan besar harga pupuk tahun lalu, menambah lonjakan harga pangan.
Bos Yara, mengatakan dunia harus dalam jangka panjang mengurangi ketergantungannya pada Rusia untuk produksi pangan global.
Di satu sisi, pihaknya berusaha agar pupuk tetap mengalir ke petani untuk menjaga hasil pertanian.
"Pada saat yang sama ... harus ada reaksi keras. Kami mengutuk invasi militer Rusia ke Ukraina, jadi ini adalah dilema dan yang sejujurnya sangat sulit," ungkapnya.
Perubahan iklim dan pertumbuhan populasi telah menambah tantangan yang dihadapi sistem produksi pangan global, semuanya terjadi sebelum pandemi dimulai.
Kepala eksekutif Yara International menggambarkan perang sebagai bencana di atas bencana, menyoroti betapa rentannya guncangan rantai pasokan makanan global saat ini. Ini akan meningkatkan kerawanan pangan di negara-negara miskin.
"Kita harus ingat bahwa dalam dua tahun terakhir, ada peningkatan 100 juta lebih banyak orang yang pergi tidur dalam keadaan lapar... jadi untuk mengatasi ini benar-benar mengkhawatirkan," tambahnya.