Banggar DPR Minta Pemerintah Tunda Kenaikan PPN 11%

Banggar DPR Minta Pemerintah Tunda Kenaikan PPN 11%

Iffa Naila Safira - detikFinance
Sabtu, 12 Mar 2022 16:45 WIB
Ketua Banggar DPR 2019-2024 Said Abdullah
Ketua Banggar DPR 2019-2024 Said Abdullah/Foto: dok. Istimewa

Apabila ongkos produksi naik, nantinya akan berakibat pada konsumen atau rakyat Indonesia itu sendiri. Untuk itu, diharapkan pemerintah bisa melakukan langkah strategis sebagai berikut:

1. Tidak memberlakukan ketentuan pasal 7 ayat 1 huruf a Undang Undang No 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) untuk semua jenis barang yang kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pasal 7 ayat 1 huruf a Undang Undang No 7 tahun 2021 menyatakan bahwa PPN sebesar 11% diberlakukan mulai 1 April 2022.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

2. Pada pasal 7 ayat 3 Undang Undang No 7 tahun 2021 memberikan kekuasaan kepada pemerintah untuk mengubah tarif PPN dari 11% menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%. Pasal 7 ayat 3 ini merupakan senjata ampuh bagi pemerintah untuk menjalankan berbagai kebijakan insentif dan disinsentif perpajakan dalam menopang ekonomi nasional. Atas kewenangan ini, kita mengharapkan pemerintah menurunkan tarif PPN dibawah 11% terhadap berbagai komoditas strategis yang pasokannya disuplai dari impor seperti minyak dan gas bumi, kedelai, garam, gula, cabai, bawang putih, dan gandum. Sebab berbagai komoditas strategis tersebut telah masuk kategori public goods dan setiap kenaikannya berpengaruh luas, serta memberi beban kebutuhan hidup sehari hari rakyat.

3. Sebaliknya terhadap berbagai komoditas yang tidak berdampak luas kepada kebutuhan hidup rakyat sehari hari, pemerintah dapat mengganti kekurangan penerimaan PPN yang karena tarifnya diturunkan sebagaimana usulan diatas, maka pemerintah dapat memberlakukan tarif PPN diatas 11% terhadap barang ke PPN tersebut, misalnya terhadap barang barang mewah dan berbagai barang konsumsi non primer seperti elektronik.

ADVERTISEMENT

4. Pemerintah perlu mempersiapkan mitigasi resiko atas kemungkinan tersendatnya rantai pasok, terutama komoditas utama kita yang bertumpu dari impor, sekaligus mengembangkan berbagai instrumen kebijakan non perpajakan yang mampu mengurangi beban harga yang akan dihadapi oleh para produsen


(fdl/fdl)

Hide Ads