Pengusaha terkaya di Rusia Vladimir Potanin menilai tindakan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam merespons perlakuan perusahaan dan investor negara-negara Barat tidak bijaksana.
Potanin bahkan khawatir respons yang dilakukan Putin ini akan membawa Rusia ke kondisi 1917.
Putin diketahui akan menasionalisasi aset-aset perusahaan asing yang menangguhkan operasinya di Rusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita perlu bertindak tegas dengan perusahaan yang akan menutup produksi mereka, untuk memperkenalkan manajemen eksternal dan kemudian mentransfer perusahaan-perusahaan ini kepada mereka yang ingin bekerja," kata Putin, dikutip dari CNN, Sabtu (12/3/2022).
Dalam dokumen yang dilaporkan ke pemerintah Rusia, ada 59 perusahaan yang memutuskan untuk pergi dan dapat dinasionalisasi. Beberapa diantaranya adalah Volkswagen, Apple, IKEA, Microsoft, IBM, Shell, McDonald's, Porsche, Toyotadan H&M.
Vladimir Potanin, yaang merupakan presiden perusahaan logam Norilsk Nickel (NILSY), menilai keputusan yang diambil Presidennya malah dapat membuat negaranya jatuh seperti tragedi yang terjadi 100 tahun lalu.
"Pertama, itu akan membawa kita kembali seratus tahun lalu, ke 1917, dan konsekuensi dari langkah seperti itu (ketidakpercayaan global terhadap Rusia di pihak investor) akan kita alami selama beberapa dekade," jelas Potanin dalam pesan tertulis di akun telegram NILSY.
Menurutnya, beberapa perusahaan asing yang menangguhkan operasinya di Rusia itu hanya agak emosional dan seperti mendapat tekanan dari opini publik.
"Jadi kemungkinan besar mereka akan kembali. Secara pribadi, saya akan menjaga kesempatan seperti itu untuk mereka," ujar Potanin.
Potanin sendiri memiliki kekayaan senilai US$ 22,5 miliar atau setara Rp 321,7 triliun (kurs 14.300). Kekayaannya berasal dari bisnisnya sebagai produsen paladium dan nikel bermutu tinggi terbesar di dunia, serta produsen utama platinum dan tembaga.
Ia mengaku, tahun ini ia sudah kehilangan seperempat dari kekayaannya karena saham di Norilsk Nickel jatuh lebih dari 90% meski pesanan komoditas sedang melonjak, karena operasi perdagangannya dihentikan pada bulan ini.
"Pemilik untuk menjaga properti, dan perusahaan untuk menghindari kehancuran, terus memproduksi produk dan membayar uang kepada karyawan," ujarnya.
Peristiwa yang terjadi di 1917 adalah kejatuhan Kekaisaran Rusia di mana Tsar Nicholas II dipaksa untuk turun tahta. Tidak stabilnya perekonomian dan tidak tercapainya kesejahteraan rakyat memaksa rakyat Rusia turun ke jalan dan menggulingkan Tsar dan pemerintahannya. Setelah Tsar Nicholas II turun tahta, terjadi revolusi yang dimotori Kaum Bolshevik yang mengubah Rusia menjadi Republik.
Simak Video 'AS Siap Bantu Senjata ke Ukraina, Tapi Enggan Turun Perang':