Fenomena Kuli Sindang Jadi Bukti Pemerintah Gagal Cetak Lapangan Kerja?

Liputan Khusus

Fenomena Kuli Sindang Jadi Bukti Pemerintah Gagal Cetak Lapangan Kerja?

Aldiansyah Nurrahman - detikFinance
Minggu, 20 Mar 2022 20:45 WIB
Kuli sindang (Adhi Indra Prasetya/detikcom)
Foto: Kuli sindang (Adhi Indra Prasetya/detikcom)
Jakarta -

Profesi kuli sindang mendapatkan penghasilan tidak menentu. Waktunya lebih banyak dihabiskan menganggur dibanding bekerja.

Managing Director Political Economy and Policy Studies, Anthony Budiawan mengatakan, kuli sindang ini bagian dari sektor informal atau kuli lepas, pekerja lepas, pekerja tidak tetap. Mereka umumnya bukan karyawan tetap. Kemampuan mereka hanya sebagai pekerja kasar.

Ketika ekonomi sedang lesu maka, menurutnya, mereka yang jadi korban lebih awal, tidak ada pekerjaan. Mereka menunggu atau lebih tepat menjemput pekerjaan dipinggir jalan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan banyaknya kuli sindang yang menganggur mencerminkan ekonomi sedang lesu," jelasnya.

Anthony menyampaikan, kuli sindang punya keahlian terbatas. Maka akan sulit mendapat pekerjaan lainnya. Ini salah satu tugas pemerintah bagaimana meningkatkan kemampuan mereka agar bisa mendapatkan pekerjaan tetap.

ADVERTISEMENT

Kondisi ini kondisi umum pekerja informal, ketika usia terus bertambah tua, pekerjaan semakin sulit, dan terancam tidak mempunyai pendapatan.

Kepada para kuli sindang yang sudah memasuki usia di atas 50 tahun, Anthony berpesan agar pemerintah dalam mencarikan pekerjaan apapun untuk menampung mereka, atau harus memberi bantuan sosial bagi mereka yang jelas-jelas tidak ada pekerjaan dan pendapatan harian "Kalau tidak mereka akan terancam tidak bisa makan," katanya.

Sementara itu, Pengamat Psikologi Sosial Faturochman mengatakan fenomena kuli sindang terjadi karena adanya ketersediaan dan penerimaan.

"Bagaimana orang dari wilayah tertentu pergi ke kota menawarkan pekerjaan, dalam hal ini pekerja kasar," jelasnya.

Secara umum, disampaikannya, ketersediaan tenaga kerja di Indonesia itu lebih besar dari ketersediaan pasar. Oleh karena itu tidak sedikit yang setengah menganggur atau jam kerjanya lebih sedikit, dibanding waktunya bekerja.

Di tempat tertentu atau di desa, lanjutnya, seperti di kawasan Gunung Kidul, Yogyakarta, memiliki tenaga kerja berlebih saat musim kemarau. Mereka tidak bisa bertani pada musim itu. Sehingga ada fenomena mereka pergi bekerja ke tempat yang dinilainya memiliki kesempatan untuk berlebih, dalam hal ini di kota besar.

Rudi, kuli sindang di Jakarta, mengatakan ia belum lama ini kembali dari kampung halamannya di Majalengka. "Di kampung sedang musim panen. Jadi, saya ke sini," jelasnya.

Ia mengaku kerap bolak-balik Jakarta Majalengka saat musim berganti. Di kampung, ia berporfesi sebagai petani.

(dna/dna)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads