Masih Misteri... Minyak Goreng Ngumpet saat Harga Murah, Pas Mahal Nongol

Masih Misteri... Minyak Goreng Ngumpet saat Harga Murah, Pas Mahal Nongol

Anisa Indraini - detikFinance
Sabtu, 26 Mar 2022 06:00 WIB
Minyak goreng kini jadi perhatian warga Indonesia setelah harganya melonjak naik. Sidak pun dilakukan di sejumlah pasar guna memastikan minyak goreng tersedia.
Minyak Goreng/Foto: Antara Foto
Jakarta -

Persoalan kelangkaan atau mahalnya minyak goreng di dalam negeri belum menemui titik terang. Komisi VI DPR RI telah memanggil distributor minyak goreng yakni PT Bina Karya Prima dan PT Masa Depan Cerah, sekaligus Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan.

Setelah mendengar pemaparan dari kedua pihak, Anggota Komisi VI DPR RI M Sarmuji menilai ada kejanggalan karena tidak ditemukan hal yang salah. Padahal faktanya di lapangan terjadi problematika yang berlarut-larut.

"Kalau melihat apa yang disampaikan oleh PT Bina Karya Prima dan PT Masa Depan Cerah sepertinya semua baik-baik saja. Tapi tentu kami harus mendalami karena faktanya semuanya sedang tidak baik-baik saja," kata Sarmuji dalam RDPU di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis malam (24/3/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari paparan distributor menjelaskan ketika pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan Rp 14.000/liter, barang yang didistribusikan sudah tinggi dibanding periode sebelumnya sehingga harusnya tidak terjadi kelangkaan. Sebaliknya ketika aturan dicabut, penjualan berkurang sementara di lapangan melimpah dengan harga tinggi.

"Ini tidak masuk akal. Ada kontradiksi, ada paradoks yang luar biasa menurut saya. Kami serius untuk menelusuri ini problemnya di mana. Tidak mungkin tidak ada problem," ujar Sarmuji.

ADVERTISEMENT

"Problemnya di mana? Saya berasumsi data yang disampaikan benar. Kalau tidak benar itu melawan parlemen dan bisa mendapat masalah karena menyampaikan data yang tidak benar," tambahnya.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Mohamad Hekal. Dia pun dibuat penasaran ke mana sebenarnya minyak goreng bersembunyi dan siapa yang menyembunyikannya.

"Kalaupun terjadi (kelangkaan) di titik mana barang itu bisa ngumpet karena kan ini kalau saya lihat alur distribusi yang disampaikan oleh PT Bina Karya dari D1 ke D2, ke toko itu cuma dua tiga lapis saja. Kalau dari Masa Depan Cerah malah tinggal satu lapis lagi ke toko. Jadi macetnya di mana Pak, macetnya di mana Bu barang-barang ini?," herannya.

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Gerindra, Andre Rosiade menyebut kemungkinan dugaan mafia minyak goreng memang ada. Sayangnya siapa tersangkanya masih jadi misteri.

"Pak Oke sama Pak Menteri datang ke Medan, simsalabim barang itu ada. Pulang tuh mereka, tiga jam kemudian barang itu hilang. Ke Padang kampung saya begitu juga. Apa penyebabnya bisa nggak dikasih tahu kami? Berarti mafia itu ada, dugaan mafia itu ada," kata Andre.

Pengakuan distributor minyak goreng, klik halaman berikutnya.

Direktur Utama PT Bina Karya Prima (BKP) Fenika Widjaya menegaskan pihaknya tidak menimbun minyak goreng. Hal itu dibuktikan dengan data penjualan yang meningkat selama pemerintah menerapkan HET.

"Jadi pada saat fase DMO sebenarnya pengeluaran dari kami itu yang paling tinggi dibanding pencabutan HET DMO (16-21 Maret 22) 1.635.636 liter. Jadi tidak ada yang namanya penimbunan dari khususnya kami," kata Feni dalam RDPU di Gedung DPR RI, Kamis (24/3/2022) malam.

Berdasarkan datanya, terjadi peningkatan penjualan pada periode HET DMO (1 Maret-15 Maret 2022) yang mencapai 2.503.618 liter per hari, dibanding 2021 yang rata-rata 1.460.596 liter per hari. Artinya pihaknya telah mendistribusikan sebanyak-banyaknya selama periode tersebut.

Sebagai informasi, model bisnis BKP hanya bertugas melakukan proses refinery dan distribusi alias tidak memiliki kebun atau pabrik kelapa sawit. Pihaknya hanya sebagai penjual minyak goreng kemasan, bahan baku dibeli dari perusahaan perkebunan swasta maupun BUMN.

Feni juga menjelaskan alur distribusi di mana pihaknya menjual kepada subdistributor dan ada dua alur. Jika ke pasar tradisional, dijual melalui sub distributor kemudian konsumen. Sementara yang dijual ke pasar modern langsung dari main distributor oleh gerai modern kemudian langsung ke konsumen.

Feni pun membeberkan kemungkinan alasan mahal atau langkanya minyak goreng di masyarakat. "Gejala awal yang kami rasakan pada saat bahan baku mulai naik karena supercycle kami merasakan bahwa perdagangan CPO arahnya sudah agak condong ke sales market, jadi penjual mempunyai daya tawar yang lebih tinggi," tuturnya.

"Jadi kami mengalami sedikit kesulitan untuk membeli CPO dan kalaupun itu ada, harga bisa lebih tinggi dari harga tender KPB. itu yang kami rasakan gejala awalnya," tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Masa Depan Cerah Kasim Subianto mengaku penjualannya turun sampai 20% selama harga minyak goreng naik dari akhir 2021. Dia sendiri bertindak selaku distributor khusus minyak goreng curah.

"Yang biasanya mereka sekali deal untuk seminggu ke depan, karena harganya tinggi mereka takut penjualan turun jadi mereka belinya sekitar 3 hari punya stok. Pada akhir 2021 harga sekitar Rp 17 ribuan per kg untuk minyak curah," bebernya.


Hide Ads