Dugaan kartel pada tata niaga minyak goreng makin nyata. Dalam investigasi yang dilakukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), telah ada satu alat bukti kuat yang mendukung dugaan kartel ini.
KPPU mengumumkan investigasi soal dugaan pelanggaran persaingan usaha di industri minyak goreng telah naik status penyelidikan. KPPU butuh satu alat bukti lagi untuk melanjutkan kasus ini ke tahapan pemeriksaan pendahuluan oleh Sidang Majelis Komisi KPPU.
Direktur Investigasi KPPU Gopprera Panggabean mengaku tak bisa memberitahu secara detail apa bukti yang sudah dipegang pihaknya. Namun, kepada detikcom, Gopprera memberikan informasi soal temuan yang terjadi pada tata niaga minyak goreng sehingga muncul adanya dugaan kartel dalam investigasi yang dilakukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dugaan kartel sendiri menurut Gopprera terjadi karena adanya dugaan kesamaan perilaku antara produsen minyak goreng. Gopprera menduga kesamaan itu didasari atas sebuah perjanjian antar pengusaha. Hal itu terlihat dari stok minyak goreng yang tiba-tiba hilang di pasar secara bersamaan pada saat aturan HET minyak goreng ditegakkan.
"Kami melihat telah terjadi dugaan perjanjian pengaturan produksi. Barang sempat hilang di masa adanya HET. Bisa dilihat kemarin, hampir semua merek ini menghilang saat ada aturan HET. Laporan dari ritel juga mereka mengaku permintaan barang tidak bisa dipenuhi," ungkap Gopprera melalui sambungan telepon, Senin (28/3/2022).
Namun, ketika HET dicabut barang-barang kembali muncul di pasar secara bersamaan sehari setelahnya. Menurutnya, keterangan dari para peritel biasanya pengadaan barang di ritel tak bisa dilakukan dalam waktu cepat.
"Kemudian paska HET dicabut kok tahu-tahu ada, laporan dari peritel itu langsung hari itu juga. Padahal, sistem pengadaan barang di ritel tidak bisa secepat itu," ujar Gopprera.
Dia mengatakan kondisi ini seperti menyiratkan adanya perjanjian antara para produsen untuk menahan stok minyak gorengnya untuk membuat kestabilan harga.
Bersambung ke halaman selanjutnya.