Balada Minyak Goreng Makin Panas, Pengusaha Tuding Biang Keroknya Pedagang!

Balada Minyak Goreng Makin Panas, Pengusaha Tuding Biang Keroknya Pedagang!

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 31 Mar 2022 07:10 WIB
Warga di Kelapa Gading, Jakarta Utara, ramai-ramai antre membeli minyak goreng curah murah. Minyak goreng curah ini dijual Rp 14 ribu dan Rp 15 ribu per liter.
Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Pengusaha menuding pedagang minyak goreng jadi biang kerok di balik langkanya stok beberapa waktu belakangan. Pedagang disebut-sebut bermain dengan pasokan stok minyak goreng di tengah masyarakat.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) Sahat Sinaga mengatakan dari sisi hulu, mulai dari suplai minyak sawit hingga produksi minyak goreng tak pernah ada masalah.

Sahat menjelaskan produksi olahan kelapa sawit CPO di Indonesia mencapai 49 juta ton di tahun 2022. Kebutuhan dalam negeri sekitar 19 juta ton, nah yang digunakan untuk bahan minyak goreng hanya 10%-nya saja atau sekitar 4,9 juta ton.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Produksi begitu banyak betul pak. Tapi masalahnya bukan soal produksi pak," ungkap Sahat dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR, Rabu (30/3/2022).

Dia bilang sejauh ini disparitas harga antara HET dengan harga pasar membuat banyak pedagang minyak goreng menimbun stoknya demi menaikkan harga. Saat harga sudah naik baru lah stok dikeluarkan pelan-pelan.

ADVERTISEMENT

"Kok hilang? Itu yang di pasar itu disparitas harga itu sebabkan hilang di pasar. Sejak dibuat regulasi ada disparitas harga, kalau ada disparitas harga kalau tidak kontrol kuat, tidak ada kekuatan di negara ini mampu atasi itu. Even di negara komunis pun nggak bisa," papar Sahat.

Dia menambahkan pedagang minyak goreng menahan stok pun karena regulasi yang dibentuk pemerintah berubah-ubah. Stok yang ditahan menyiratkan pedagang sedang menunggu aturan kembali berubah. Dalam hal ini aturan soal HET minyak goreng yang sebelumnya ditetapkan.

Makanya, tak heran bila saat ada aturan HET minyak goreng, stok minyak goreng sulit ditemukan di pasar. Ketika HET dicabut baru lah minyak goreng membludak.

"Kenapa mereka menahan? Karena regulasi? Iya saya kira benar karena pedagang kita anggapnya wah sebentar lagi harga berubah," ungkap Sahat.

"Jadi semua kekuatan akal-akalan di lapangan, itu akal-akalan para pedagang juga, akalnya banyak pak bagaimana dia melihat penjualan berikutnya," lanjutnya.

Simak Video 'Jokowi: Harga Minyak Goreng Belum Capai yang Kita Inginkan':

[Gambas:Video 20detik]



Di sisi lain, meski saat ini sudah diberlakukan HET baru pada minyak goreng curah, nyatanya stok minyak goreng masih kurang di pasar. Apa penyebabnya?

Sahat menyampaikan saat ini susunan teknis distribusi minyak goreng curah bersubsidi diatur lewat Sistem Industri Nasional (SIINas). Semua urusan minyak goreng curah diatur dalam sistem tersebut. Pendaftaran harus dilakukan oleh pihak produsen, distributor, hingga ke agen penjualan.

Nah ternyata, proses pendaftaran itu menemui kendala karena banyak para agen-agen pedagang minyak goreng tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sehingga tidak bisa ikut dalam sistem. Maka dari itu, banyak agen yang tak mendapatkan stok.

"Di lapangan itu ternyata banyak agen pedagang itu tidak punya NPWP, sehingga tak bisa ikut masuk sistem," ungkap Sahat.

Bukan cuma itu, dari pihak produsen hingga distributor pun mengalami kesulitan karena sistem ini menggunakan instrumen baru. Maka dari itu, dia mengatakan memang pihaknya perlu waktu.

"Karena sistem IT ini memang untuk orang milenial, jadi di kami banyak yang sepuh dan gaptek, perlu waktu isi kira-kira 6 hari itu juga masih ada cenang perenang sana sini butuh waktu," kata Sahat.

Sahat bilang para produsen minyak goreng curah ditargetkan memproduksi 14 ribu ton per hari seluruh Indonesia. Target itu setara dengan 319 ribu kilo liter per bulan atau melampaui rata-rata kebutuhan migor curah sekitar 388 ribu kilo liter dalam satu bulan.

Dia menjamin, pedagang pasar akan mendapatkan minyak goreng curah sesuai dengan HET Rp 14.000/liter atau setara Rp 15.500/kg.

"Dari sini ke pasar maksimal harga di sana tak boleh lebih dari Rp 13 ribu per liter ke penjual, supaya penjual dapat margin Rp 1000 perak per liter. Kalau dalam kilo itu harga ke pedagang kita Rp 14.389 karena biaya packing dan juga margin pedagang Rp 1.000 supaya sampai di konsumen Rp 15.500 per kilo," papar Sahat.

Halaman 2 dari 2
(hal/zlf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads