Cikal Bakal Lahirnya THR di Indonesia yang Diprotes Buruh

Cikal Bakal Lahirnya THR di Indonesia yang Diprotes Buruh

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Minggu, 17 Apr 2022 03:30 WIB
Ilustrasi THR
Foto: shutterstock
Jakarta -

Tunjangan Hari Raya (THR) jadi hal yang paling ditunggu-tunggu para pekerja menjelang hari raya Lebaran. Biasanya, THR bakal cair di sekitar H-7 menjelang lebaran.

Selama dua tahun belakangan pemberian THR mengalami banyak hambatan. Hal itu disebabkan oleh pandemi COVID-19. Namun tahun ini, melihat perekonomian mulai pulih dari pandemi pemberian THR kembali jadi kewajiban untuk dipenuhi.

Pemerintah juga sudah memastikan akan memberikan THR kepada para abdi negara. Bahkan, THR diberikan plus tunjangan kinerja 50% bagi pegawai negeri aktif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Usut punya usut, THR sendiri muncul sudah sejak berpuluh-puluh tahun lamanya. Dalam catatan detikcom, Soekiman Wirjosandjojo menjadi sosok yang pertama kali mencetuskan adanya THR keagamaan.

Sejarah mencatat, THR mulai muncul di awal 1950-an, yang dicetuskan oleh Soekiman yang kala itu menjadi Perdana Menteri.

ADVERTISEMENT

Salah satu program kerja Kabinet Soekiman yang dilantik pada April 1951 itu adalah meningkatkan kesejahteraan aparatur negara. Salah satu cara Kabinet Soekiman adalah memutuskan untuk memberikan tunjangan kepada para pamong pradja (kini PNS) menjelang hari raya.

"Kebetulan juga saat itu ekonomi juga cukup baik. Sehingga untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai diberilah tunjangan hari raya," kata politikus Partai Persatuan Pembangunan yang juga peminat sejarah Masyumi, Lukman Hakiem saat berbincang dengan detikcom, 4 Juni 2018 silam.

Ketika itu besarnya THR yang dibayarkan kepada para pamong pradja sebesar Rp 125 hingga Rp 200 per orang. Selain THR dalam bentuk uang, kabinet Soekiman juga memberikan tunjangan dalam bentuk beras yang diberikan ke pegawai negeri sipil setiap bulannya.

Memang, pada awalnya THR baru berlaku di lingkungan pegawai negeri alias PNS. Saat itu belum ada aturan tentang kewajiban perusahaan swasta membayar THR kepada pegawainya.

Kebijakan ini diprotes buruh. Baca halaman berikutnya

Nah, ternyata kebijakan Kabinet Soekiman memberikan THR bagi pamong pradja diprotes kalangan buruh. Protes dilayangkan karena para buruh merasa tidak adil bila pegawai negeri mendapatkan THR sementara mereka tidak.

Para buruh juga merasa sudah bekerja keras untuk membangkitkan perekonomian nasional, namun sama sekali tak mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Gelombang protes membesar. Hingga, pada 13 Februari 1952, para buruh melakukan mogok kerja menuntut untuk diberikan THR juga dari pemerintah.

Singkat cerita, aksi buruh itu bisa diredam oleh pemerintah. Soekiman juga meminta perusahaan swasta ikut memberikan THR kepada para pekerjanya.

"Soekiman juga meminta perusahaan-perusahaan (swasta) memberikan THR," kata Lukman.

Namun begitu, jalan panjang tetap dilalui buruh hingga akhirnya mereka mendapatkan kepastian pemberian THR sebagaimana yang telah diterima oleh para PNS.

Pemberian THR bagi pegawai swasta baru menjadi mandatori setelah diatur pemerintah pada 1994. Saat itu Menteri Tenaga Kerja menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 tentang THR Keagamaan bagi pekerja di perusahaan.

Pada tahun 2003 peraturan tersebut disempurnakan dengan terbitnya UU nomor 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Dalam peraturan tersebut diatur bahwa pegawai yang sudah bekerja lebih dari 3 bulan wajib mendapatkan tunjangan.

THR yang diterima juga disesuaikan dengan lamanya masa kerja, sedangkan untuk pekerja yang sudah satu tahun bekerja mendapat THR sebesar 1 bulan gaji kerja.

Pemerintah kembali melakukan revisi aturan tentang THR pada 2016. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa THR diberikan selambat-lambatnya 7 hari sebelum hari raya keagamaan masing-masing pekerja.



Simak Video "Video: Kata Sri Mulyani soal THR PNS Bisa Cair 100%"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads