Menurut peraturan ini pensiunan PNS, prajurit TNI dan anggota Kepolisian, pejabat, termasuk Presiden dan Wakil Presiden, anggota MPR, DPR, DPD, menteri dan pejabat setingkat menteri, Gubernur, Walikota, Bupati dan wakilnya berhak mendapatkan THR.
Meski begitu, nyatanya sejarah mencatat bila THR PNS telah diberikan sejak tahun 1950-an. Bahkan, pemberian THR PNS kala itu menjadi tonggak sejarah hadirnya THR bagi pekerja di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemunculan THR kala itu dibesut oleh Perdana Menteri Soekiman Wirjosandjojo pada tahun 1951. Salah satu program kerja Kabinet Soekiman saat itu adalah meningkatkan kesejahteraan aparatur negara.
Salah satu caranya adalah Kabinet Soekiman memutuskan untuk memberikan tunjangan kepada para pamong pradja (kini PNS) menjelang hari raya.
"Kebetulan juga saat itu ekonomi juga cukup baik. Sehingga untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai diberilah tunjangan hari raya," kata politikus Partai Persatuan Pembangunan yang juga peminat sejarah Masyumi, Lukman Hakiem saat berbincang dengan detikcom, 4 Juni 2018 silam.
Ketika itu besarnya THR yang dibayarkan kepada para pamong pradja sebesar Rp 125 hingga Rp 200 per orang. Selain THR dalam bentuk uang, kabinet Soekiman juga memberikan tunjangan dalam bentuk beras yang diberikan ke pegawai negeri sipil setiap bulannya.
Namun kebijakan ini tak bertahan lama, pasalnya kebijakan Kabinet Soekiman memberikan THR bagi pamong pradja diprotes kalangan buruh.
Protes dilayangkan karena para buruh merasa tidak adil bila pegawai negeri mendapatkan THR sementara mereka tidak. Akhirnya pemerintah kala itu meminta pengusaha ikut memberikan THR kepada para pegawainya.
Simak Video "Nggak Boleh Tawar-menawar! Berikut Sederet Aturan Pemberian THR"
[Gambas:Video 20detik]
(hal/zlf)