Kementerian ESDM memberi sinyal kenaikan beberapa komoditas energi bersubsidi seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertalite, Solar, LPG 3 kg, dan tarif listrik. Ekonom memperingatkan agar pemerintah tidak gegabah mengambil tindakan tersebut karena dampaknya berbahaya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov mengatakan kenaikan beberapa komoditas energi tersebut akan berdampak besar terutama ke masyarakat kalangan bawah. Kebijakan itu diperkirakan bisa mengerek inflasi di atas target pemerintah yang 2-4%.
"Pasti itu akan mendorong terjadinya inflasi di atas 4% kalau sampai kebutuhan tadi terutama yang dikonsumsi masyarakat kalangan bawah juga ikut-ikutan naik," kata Abra saat dihubungi, Minggu (17/4/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, kenaikan harga komoditas energi bersubsidi juga diperkirakan akan memberi efek domino yang besar kepada harga barang lain. Contoh jika terjadi kenaikan tarif listrik pelanggan industri, otomatis berdampak ke biaya produksi.
"Jadi masyarakat atau konsumen itu bisa menghadapi dua tekanan sekaligus yaitu inflasi dari rumah tangga dan dari sisi produsen itu akan merembet juga ke kenaikan harga barang yang lain," jelasnya.
Seperti diketahui bahwa kebutuhan energi merupakan pengeluaran tetap (fixed cost) bagi masyarakat yang sulit dikurangi. Di sisi lain penghasilan yang dimiliki tetap, otomatis kebutuhan lain harus dikorbankan sehingga konsumsi masyarakat akan tertekan.
Kondisi itu diperkirakan dapat menggagalkan target pemerintah untuk membuat ekonomi pulih dengan pertumbuhan 5%.
"Target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5% bisa terancam gagal juga karena kita tahu ekonomi Indonesia 55% ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Ketika konsumsi rumah tangganya tertekan, otomatis target pemerintah untuk recovery di tahun ini juga bisa gagal," imbuhnya.
Hal yang sama juga dikatakan Direktur Eksekutif Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Mohammad Faisal. Dirinya menyarankan pemerintah tidak menaikkan Pertalite, Solar, LPG 3 kg dan tarif listrik.
"Dampaknya akan besar (kalau naik) karena itu yang disubsidi, artinya yang sangat penting bagi masyarakat menengah ke bawah yang pada saat sekarang masih belum bisa pulih ekonominya," jelasnya.
Daripada menaikkan harga komoditas energi tersebut, Faisal menyarankan agar pemerintah menambah subsidi untuk Pertamina dan PLN selama harga minyak dunia sedang tinggi. Ruang APBN dinilai mampu memenuhinya karena ada windfall dari naiknya harga komoditas sehingga meningkatkan penerimaan perpajakan.
"Ini yang semestinya bisa diambil untuk dialokasikan menambah subsidi agar mempertahankan harga yang ada sekarang. Dari APBN mestinya mampu untuk disalurkan ke Pertamina dan PLN untuk meneruskan program subsidi tersebut," bebernya.
Simak Video: Tenang! Pertamax Lagi Mahal, Vario 160 Aman Banget Pakai Pertalite