Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen PLN Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor bahan baku minyak goreng atau CPO.
Berdasarkan penelusuran detikcom, Selasa (19/4/2022), Indrasari diangkat menjadi Dirjen Perdagangan Luar Negeri pada 2019 menggantikan Oke Nurwan yang kini menjadi Dirjen Perdagangan Dalam Negeri.
Dia juga pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi (Bappebti). Pada akhir 2021, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi melantik Indrasari sebagai Dirjen Perdagangan Luar Negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, selain sebagai Dirjen PLN Kemendag, Indrasari Dia juga pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi (Bappebti).
Pengumuman terkait tersangka kasus mafia minyak goreng ini disampaikan oleh Jaksa Agung DT Burhanuddin. Ia mengungkap Dirjen PLN Kemendag diduga telah menerbitkan persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya kepada perusahaan yang sebenarnya belum memenuhi syarat.
Persetujuan itu diberikan kepada Permata Hijau Group, Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas.
"Pejabat Eselon I Kementerian Perdagangan bernama IWW, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan. Dengan perbuatan tersangka telah melawan hukum dengan menerbitkan persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya kepada Permata Hijau Group, Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas," ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (19/4/2022).
Bagaimana duduk perkaranya? buka halaman selanjutnya.
Duduk Perkara Dirjen PLN Kemendag Jadi Tersangka Kasus Mafia Minyak Goreng
Burhanuddin menjelaskan kasus ini berangkat dari masalah kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng pada akhir 2021. Kemudian, Kementerian Perdagangan menetapkan kebijakan domestic market obligation (DMO), domestic price obligation (DPO), serta harga eceran tertinggi (HET).
Namun, diungkapkan bahwa aturan itu tidak berjalan semestinya. Perusahaan CPO disebut tidak memenuhi ketentuan DMO untuk dalam negeri sebesar 20% dan menjualnya sesuai harga DPO.
Hasil penyidikan Kejaksaan Agung, berdasarkan penyelidikan dari 19 orang saksi, 591 dokumen dan surat terkait lainnya serta keterangan ahli. Berdasarkan semua keterangan dan data surat menyurat, telah dimiliki oleh Kejagung 2 alat bukti.
Dengan ditemukannya barang bukti tersebut, Burhanuddin merinci apa saja pelanggaran yang dilakukan oleh keempat tersangka.
Pertama, adanya permufakatan antara pemohon dengan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan ekspor.
Kedua, dikeluarkannya persetujuan ekspor kepada eksportir yang seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat, yaitu telah mendistribusikan CPO tidak sesuai harga penjualan berdasarkan DPO.
"Tidak mendistribusikan CPO ke dalam negeri sebagaimana kewajibannya ke dalam negeri yaitu 20% dari total ekspor," jelasnya.
Selain Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, tersangka lainnya yakni berinisial SMA selaku Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau. Kemudian inisial MPT selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, dan tersangka inisial PT selaku General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas.
(dna/dna)