Jangan Anggap Remeh Ekonomi Bakal Memburuk, RI Bisa Kena Getahnya

Jangan Anggap Remeh Ekonomi Bakal Memburuk, RI Bisa Kena Getahnya

Anisa Indraini - detikFinance
Jumat, 22 Apr 2022 12:56 WIB
Bank Dunia memprediksi laju pertumbuhan ekonomi RI tumbuh 4,4% di tahun 2021. Hal itu didasarkan pada peluncuran vaksin yang efektif pada kuartal pertama 2021.
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Bank Indonesia (BI) menyatakan dampak invasi Rusia ke Ukraina telah merembet ke permasalahan ekonomi global. Terganggunya rantai pasokan menyebabkan kenaikan harga komoditas hingga membuat tekanan inflasi.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan kondisi itu bukan hanya terjadi di negara maju, tetapi juga negara berkembang. Negara anggota G20 pun telah berkomitmen untuk semangat pulih bersama.

"Peningkatan harga komoditas global seperti energi dan pangan juga berdampak pada banyak negara di dunia, termasuk negara-negara berkembang," kata Perry dalam side event G20 bertajuk 'Strengthening Economic Recovery Amidst Heightened Uncertainty', Jumat (22/4/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertumbuhan ekonomi global diramal akan melambat. Dana Moneter Internasional (IMF) salah satu yang telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini menjadi 3,6%, dari perkiraan sebelumnya, 4,4% di awal 2022.

Untuk Indonesia, kata Perry, masih beruntung karena keadaan ekonominya di tahun ini cukup kuat. Dampak langsung dari perang Rusia dan Ukraina dinilai tidak begitu signifikan, hanya saja terkena dampak tidak langsung.

ADVERTISEMENT

"Dampak tidak langsungnya adalah jalur perdagangan, menurunnya pertumbuhan ekonomi global. Tentu saja, kontribusi ekspor riil kita terhadap PDB akan turun. Itu mengapa baru-baru ini BI merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi menjadi 4,3-4,5%, dari sebelumnya 4,7-5,5%," tutur Perry.

Dampak dari tingginya harga komoditas yang terjadi saat ini dinilai sangat tergantung dari bagaimana kebijakan fiskal yang ada di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani. Meski begitu, dia memastikan bahwa dampaknya tidak akan langsung dilimpahkan ke konsumen.

"Beberapa soal harga BBM seperti Premium dan solar masih bersubsidi. Listrik masih bersubsidi. Juga harga komoditas yang tinggi meningkatkan penerimaan APBN dari kenaikan harga ini," tutur Perry.

"Yang saya pahami, Sri Mulyani masih mengkalibrasi untuk menyesuaikan kebijakannya dengan tepat. Terutama untuk meredam inflasi yang juga banyak akan diserap oleh fiskal," kata Perry melanjutkan.

(aid/dna)

Hide Ads