Perubahan iklim merupakan salah satu ancaman nyata yang dapat mempengaruhi kehidupan jutaan manusia. Dampak yang ditimbulkannya pun tidaklah main-main.
Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sendiri pernah mengatakan dampak dari perubahan iklim ini dapat lebih berbahaya dan mengerikan dari pandemi COVID-19.
"Climate change adalah global disaster yang magnitude-nya diperkirakan sama seperti COVID-19," kata dia dalam diskusi virtual, Selasa (27/7/2021) lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri Mulyani menyebutkan penyebab utama climate change ini adalah pembangunan besar-besaran dan membuat mobilitas masyarakat yang menjadi semakin tinggi. Hal ini juga akan menyebabkan konsumsi energi semakin besar dan turut menekan sumber daya alam di dunia.
"Sama dengan pandemi, tak ada satu negara yang bisa terbebas dari ancaman climate change. Bahkan sama seperti pandemi, negara yang tidak siap di sisi kesehatan dan kemampuan fiskal dan sisi disiplin apalagi kemampuan untuk mendapatkan vaksin mereka mungkin akan terkena paling berat dampaknya dari pandemi," jelas dia.
Untuk itu, selama pertemuan G20 kemarin, Sri Mulyani secara langsung sempat meminta kepada semua negara untuk ikut mengantisipasi permasalahan perubahan iklim bersama.
"Perubahan iklim dapat menyebabkan ancaman yang lebih besar daripada COVID," kata Sri Mulyani dalam pembukaan Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (FMCBG) Jalur Keuangan Presidensi G20 Indonesia, Kamis (17/2/2022).
Sebagai informasi, perubahan iklim sendiri terjadi karena meningkatnya konsentrasi gas karbon dioksida dan gas-gas lainnya di atmosfer yang menyebabkan efek gas rumah kaca.
Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca tersebut, disebabkan oleh berbagai kegiatan manusia seperti emisi bahan bakar fosil, perubahan fungsi lahan, limbah dan kegiatan-kegiatan industri.
Karenanya Sri Mulyani berpendapat bahwa negara-negara yang tergabung dalam G20 dinilai perlu berperan aktif dalam memerangi perubahan iklim. Tidak hanya berpartisipasi dengan komitmen mengurangi emisi karbon, tetapi juga menemukan solusi terkait biaya penanganannya.
Untuk masalah biaya, Sri Mulyani mengaku pihaknya sedang mempersiapkan kerangka kebijakan untuk mendukung inisiasi pembiayaan berkelanjutan, termasuk untuk transisi energi.
"Transisi energi terbarukan sangat penting. Indonesia memiliki banyak sumber batu bara. Bukan hanya Indonesia, namun banyak negara menghadapi tantangan yang sama," paparnya.
Sri Mulyani meminta negara-negara G20 berkomitmen untuk menyediakan transisi hijau yang terjangkau. Transisi hijau menjadi kunci dalam mempercepat transisi energi menuju ekonomi global yang rendah karbon. "Kami juga mempertimbangkan mekanisme regulasi untuk mengurangi emisi karbon," pungkasnya.
(fdl/fdl)