Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor bahan baku minyak goreng (minyak sawit) dan minyak goreng mulai 28 April 2022. Kebijakan ini berlaku sampai masa waktu yang akan ditentukan kemudian.
Anggota DPR menyoroti langkah Jokowi turun tangan langsung mengatasi masalah minyak goreng. Salah satunya anggota komisi VI DPR, Mufti Anam.
"Kebijakan ini bukti negara hadir menjaga kebutuhan rakyat, negara hadir mendahulukan kepentingan rakyat, negara hadir melawan kepentingan pengusaha CPO, oligarki sawit, yang sedang berburu cuan di saat harga melonjak di pasar global," ujar Mufti dalam keterangan tertulis, Jumat (22/2/2022).
"Ini bukti negara tegas melawan praktik bisnis yang semata-mata berburu cuan tanpa mendahulukan kepentingan ekonomi nasional. Praktik-praktik seperti itu terbukti dalam dugaan kasus penerbitan izin ekspor yang kini ditangani penegak hukum," sambungnya.
Mufti juga melihat sisi lain dari kebijakan tersebut yakni kegeraman presiden ke jajaran Kementerian Perdagangan.
"Lho kan sebelumnya ada DMO 20%, lalu DMO 30%, plus ada DPO. Tapi ternyata enggak ada ketegasan Kemendag. Bahkan belakangan ada dugaan permainan sebagaimana diungkap penegak hukum. Jadi ini sebenarnya bentuk kegeraman plus sindiran Pak Jokowi sebagai orang Solo yang halus, ini lho DMO-DPO-mu enggak jalan, sudah sekalian kita stop ekspor CPO," papar Mufti.
Kebijakan Jokowi tersebut, menurut Mufti, bisa menegakkan kedaulatan dan kemampuan Indonesia sebagai pemasok minyak sawit terbesar di dunia, di mana sekitar 30% kebutuhan CPO dunia dipasok dari Tanah Air.
"Fenomena beberapa bulan ini menunjukkan sebuah ironi, di mana Indonesia sebagai produsen CPO terbesar justru mengalami kelangkaan minyak sawit. Kebijakan Presiden Jokowi kembali menegakkan kedaulatan dan kemampuan kita sebagai produsen CPO raksasa dunia yang tampil membela rakyatnya," ujarnya.
Baca juga: Alasan Jokowi Larang Ekspor Minyak Goreng |
Halaman berikutnya pandangan para ekonom terhadap kebijakan Jokowi tersebut. Langsung klik.
(acd/hns)