Penyedia jasa tukar uang atau inang-inang terlihat mulai berjejer di kawasan Kota Tua, Jakarta. Pemandangan ini umum terjadi di bulan Ramadan dan jumlahnya semakin ramai mendekati Idul Fitri.
Meski hanya sebagai profesi sementara, siapa sangka jika omzet menjadi inang-inang cukup menggiurkan. Yogi, pemuda asal Purwakarta mengaku bisa menukarkan uang Rp 5-15 juta perhari. Kalau ramai, jumlah penukaran uang di lapaknya bisa naik jadi Rp 50 juta.
Sebagian 'bos' inang-inang bermodal tinggi bahkan bisa menukarkan uang lebih besar. Sekali melapak, uang sebesar Rp 75 juta bisa ludes dijualnya.
"Pas ramai paling kalau bank sudah tutup. Bisa sampai Rp 50 juta," katanya. Menurut Yogi, meningkatnya omzet inang-inang terjadi saat layanan bank sudah tutup sekitar H-3 Lebaran.
Menjadi inang-inang dijadikannya pekerjaan sampingan selama bulan Ramadan. Selain omzet yang besar, Sarjana lulusan Akuntansi ini mengaku terpaksa melakoninya karena sulit dapat pekerjaan. "Kalo (sarjana) akuntansi sulit, banyak saingan," katanya.
Saat ditanya apakah semua uang tersebut adalah miliknya, Yogi membenarkan. "Kalo saya pemain solo, modalnya punya saya," sambil menunjukkan gepokan uang berbagai pecahan dalam ranselnya.
Lapak milik Yogi melayani penukaran uang pecahan Rp 2.000 sampai pecahan Rp 20.000. Uang yang paling diburu masyarakat adalah Rp 5.000, sementara Rp 20.000 kurang laku.
"Paling laris Rp 5.000, makanya kalo Rp 5.000 jarang boleh ditawar, susah dicarinya juga. Di bank kan paling sering habis Rp 5.000," tutup Yogi.
Yogi mengambil untung sekitar Rp 10.000 setiap penukaran Rp 100.000. Tarif tersebut bisa turun jika jumlah uang yang ditukar lebih besar. "Pernah ada yang nukar Rp 10 juta, tapi saya cuma ambil untung Rp 400.000 dari harusnya Rp 1 juta," ungkapnya
Simak Video "Jasa Tukar Uang Mulai Bermunculan di Kota Tua"
(zlf/zlf)