Keputusan pemerintah memperbolehkan perjalanan mudik pada lebaran Idul Fitri 2022 disambut antusias masyarakat Indonesia. Pengumuman yang disampaikan langsung Presiden Joko Widodo pada Rabu (23/3/2022) ibarat pelepas dahaga, setelah dua kali larangan mudik lebaran di masa pandemi.
Menanggapi situasi mudik di tahun ini Budayawan muda sekaligus Ketua Gerakan Pemuda Desa mandiri (Garda Sandi) Cokro Wibowo Wibisono menyatakan masyarakat akhirnya mendapat oase menyejukkan guna melepas rindu pada kampung halaman.
Meski kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih akibat pandemi ternyata tidak menyurutkan animo masyarakat untuk mudik lebaran. Keinginan bertemu keluarga dan handai taulan mengalahkan kondisi ekonomi para perantau.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mudik merupakan tradisi masyarakat Indonesia yang telah berlangsung sejak lama, bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka. Tradisi mudik lebaran diyakini mulai terjadi pada masa kerajaan Mataram Islam, dimana para pemangku pemerintahan di daerah kekuasaan Mataram menyempatkan diri menghadap raja pada bulan Syawal sekaligus mengunjungi handai taulan di pusat kerajaan," jelas Cokro, Sabtu (7/5/2022).
Seperti diketahui, pada lebaran Idul Fitri tahun 2020 dan 2021, pemerintah memberlakukan larangan mudik untuk mengendalikan pandemi virus Covid-19. Kini, setelah masifnya pelaksanaan vaksinasi, masyarakat akhirnya dapat kembali merasakan kenormalan ibadah ramadhan dan lebaran Idul Fitri seperti biasanya.
Kementerian Perhubungan memprediksi sekitar 85,5 juta orang akan melakukan perjalanan mudik pada lebaran 2022. Jumlah tersebut didominasi oleh para pemudik dengan menggunakan kendaraan roda empat sebanyak 23 juta orang, sedangkan lainnya menggunakan moda transportasi umum seperti bus, kereta api, pesawat dan kapal laut.
Disampaikan oleh Cokro, sebagian sejarawan menyebut tradisi mudik sudah dikenal pada era Majapahit yang dikenal memiliki wilayah kekuasaan sangat luas hingga ke semenanjung Malaya. Pejabat pemerintahan di wilayah jauh tersebut secara rutin menghadap Raja guna menyatakan kesetiaan dan melaporkan jalannya pemerintahan.
"Budaya mudik pada masa Indonesia modern terjadi seiring dengan meningkatnya urbanisasi sejak awal Orde Baru. Gencarnya pembangunan dan industrialisasi, membuat aktivitas mudik menjadi rutinitas tahunan para perantau. Momentum lebaran serta syawalan yang dipandang baik untuk merajut tali silaturrahim dengan sanak saudara, menyebabkan tradisi mudik awet hingga kini," ujar Cokro.
Menurut Cokro, selain untuk mengunjungi dan berkumpul bersama keluarga, tradisi mudik juga dimaksudkan agar bisa berbagi dengan keluarga besar di kampung.
"Momen berbagi ini sekaligus untuk meminta doa agar pekerjaan dan penghidupan di perantauan berlangsung makin baik. Mudik juga terapi spritual dan psikologis di antara kesibukan dan rutinitas pekerjaan," jelas mantan Sekjen Presidium Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini.