Jakarta -
Berbagai cara tengah dilakukan Amerika Serikat (AS) agar Rusia gagal bayar (default) utang luar negerinya. AS berencana mengakhiri pemberian izin khusus yang memungkinkan pemegang obligasi menerima pembayaran.
Gagal bayar utang memang punya dampak yang besar. Tidak hanya pada negara yang bersangkutan, tapi juga masyarakatnya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, secara prinsip gagal bayar utang akan membuat reputasi sebuah negara turun. Bagi negara, gagal bayar akan merugikan karena berarti negara tersebut hanya akan bisa mengakses utang dengan bunga yang tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang gagal bayar pasti akan menawarkan tingkat bunga yang lebih tinggi untuk mendapatkan pinjaman untuk menutupi atau membayar, meskipun dinyatakan gagal tetap untuk menarik minat pasti menawarkan suku bunga yang tinggi," katanya kepada detikcom, Rabu (25/5/2022).
Kemudian investor akan mengalami kesusahan, sebab nilai tukar akan sulit diprediksi. Hal ini akan menjadi biaya yang tinggi bagi perusahaan-perusahaan di negara tersebut.
Lalu pasar keuangan akan terguncang, sebab orang-orang akan lari dari pasar keuangan dan terjadi aliran modal keluar (capital outflow). Sejalan dengan itu, juga akan terjadi permintaan uang tunai yang tinggi.
"Kebutuhan uang tunainya akan semakin tinggi, belum tentu itu ada pada saat bersamaan, akan terjadi crash pada banknya," katanya.
Berikutnya, gagal bayar juga akan memberikan dampak pada mitra dagang yang berhubungan dengan negara yang gagal bayar.
"Dampak besarnya bagi ekonomi akan melemah, tentu saja, kemiskinan akan meningkat. Ketika ekonomi melemah akan menurunkan permintaan barang dan jasa, termasuk barang dan jasa dari mitra dagang," terangnya.
"Secara prinsip reputasi dari katakanlah Rusia kalau Rusia gagal bayar dia akan turun. Reputasi penting, karena reputasi jelek, ya iklim investasi, dunia usaha dan sebagainya," sambungnya.
Hal senada diungkap Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet. Dia mengatakan, kepercayaan pada sebuah negara akan turun jika dinyatakan gagal bayar. Dampaknya turunannya pun akan luas.
Dia menuturkan, yang terkena dampak salah satunya ialah orang yang memegang surat utang dari negara itu.
"Kalau seandainya negara lain menempatkan surat utangnya ke negara yang default. Ini akan menjadi masalah kalau instrumen atau dana yang ditempatkan dana misalnya untuk kegiatan pensiun," katanya.
Kemudian, gagal bayar akan memaksa sebuah negara melakukan restrukturisasi. Salah satu bentuknya ialah melakukan pengetatan pada belanja dan memperbesar penerimaan. Penerimaan yang diperbesar akan memberikan dampak ke masyarakat.
"Karena harus menggenjot penerimaan negara maka pemerintah bisa mendorong dengan tarif pajak, dengan tarif yang lebih tinggi," paparnya.
Siapa Paling Dirugikan?
Yusuf Rendy Manilet mengatakan, yang paling dirugikan dari gagal bayar utang adalah negara itu sendiri. Sebab, gagal bayar utang membuat ekonomi di negara tersebut berpotensi tidak tumbuh dan berkembang.
"Saya kira turunan turunnya pertumbuhan ekonomi sangat banyak, terutama misalnya kemudian ada berpengaruh ke angka kemiskinan, angka pengangguran itu yang beberapa turunan yang bisa terjadi ketika suatu negara yang terkena default, itu terkoreksi pertumbuhan ekonominya," jelasnya.
Kemudian, yang dirugikan adalah negara yang berhubungan dengan negara yang dinyatakan gagal bayar. Sebab, mereka akan putar otak agar dana yang ditempatkan di negara gagal bayar bisa kembali.
"Akan menjadi semakin besar masalahnya kalau penempatan dana instrumen itu merupakan dana-dana investasi dana pensiun, asuransi itu yang akan menjadi tambahan masalah negara tersebut," jelasnya.
Sementara, Tauhid Ahmad mengatakan, yang paling dirugikan adalah investor yang menempatkan dananya di negara yang gagal bayar. Berikutnya, masyarakat menengah bawah di negara yang gagal bayar, khususnya masyarakat yang selama ini juga mengandalkan anggaran pemerintah.
"Di tengah situasi gagal bayar pasti ada realokasi anggaran untuk membayar pinjaman," ujarnya.
Dunia usaha juga dirugikan dengan situasi ini. Sebab, prospek ekonomi menjadi turun.
Tauhid menambahkan, negara mitra dagang juga tak luput dari dampak sebuah negara gagal bayar.
"Kalau negara luar prinsipnya sama, tapi lebih kepada negara mitra dagang, baik ekspor impor. Kalau negara mitranya gagal bayar, dia bayar impor kita gimana ya," ujarnya.