Ledakan gelembung atau bubble burst sedang ramai diperbincangkan di Indonesia. Hal ini disinyalir sebagai penyebab para perusahaan rintisan atau start-up mulai mengambil langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada para pegawainya.
Lantas, apakah fenomena ini benar-benar bisa disebut sebagai bubble burst?
Pengamat e-commerce, Ignatius Untung menyatakan bahwa dirinya tidak melihat fenomena ini sebagai bubble burst.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau PHK terjadi lebih ke arah karena sekarang sedang masa resesi ekonomi. Walau belum masuk tapi udah di depan pintu," ujar Ignatius.
Menurut Ignatius, definisi bubble burst versinya ialah ketika banyak perusahaan yang sudah mendapatkan pendanaan investor namun gagal melanjutkan perjalanannya alias bangkrut. Dengan kata lain ialah ekspektasi terhadap bisnis yang sebelumnya menggelembung tapi ternyata tidak begitu.
"Kalau yang menimpa start-up kita sekarang ini kan tidak. Karena kan investor yang tetap bertahan dan start-up yang bertahan masih banyak," ujar dia.
"Kalau bubble burst itu kan definisinya menggelembung, terus tidak bisa bertahan, akhirnya tidak bisa berjalan. Sedangkan kan sekarang masih ada IPO dll. Artinya kepercayaan masyarakat masih ada," tambahnya.
Ignatius juga menambahkan kalau pada fenomena resesi ekonomi, bukan startup saja, tapi perusahaan konvensional juga mengalaminya.
"Tapi karena start up yang secara mekanisme ekonomi bisnis modelnya seperti itu, jadilah lebih terlihat. Untuk bertahan ekonominya di masa seperti ini ya harus membaik artinya secara cost structure harus sehat. Tidak hanya di masa resesi, kalau tidak sehat ya akan sulit bertahan," ujar Ignatius.
Menilik kembali makna ledakan gelembung itu sendiri, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi juga mengemukakan pendapatnya.
"Kalau saya lihat ini bukan pecahnya gelembung, melainkan gelembung mulai bocor," ujar Heru.
"Kalau pecah ya semua startup rontok, tapi ini perlahan rontok," tambahnya.
Dilansir melalui Investopedia, bubble burst adalah siklus ekonomi yang ditandai dengan nilai pasar yang naik sangat cepat, terutama pada harga aset. Inflasi yang cepat ini diikuti oleh penurunan nilai yang cepat, atau kontraksi, yang kadang-kadang disebut sebagai "kecelakaan" atau "ledakan gelembung". Hingga kini penyebab ledakan gelembung masih terus diperdebatkan para ahli.
(eds/eds)