Kondisi perusahaan rintisan atau start-up kian menjadi perbincangan dalam beberapa waktu terakhir ini. Pasalnya, perusahaan-perusahaan tersebut disinyalir terkena dampak ledakkan gelembung atau bubble burst hingga mengambil langkah pemutusan hubungan kerja atau PHK terhadap karyawannya secara besar-besaran.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan bahwa ke depannya, startup akan mulai banyak PHK, baik dalam skala kecil maupun besar.
Menurutnya, jika sampai dua tahun ke depan para startup tersebut tidak bisa berkembang, maka startup dipastikan akan gugur. Dia berharap pemerintah bisa turun tangan menyelidiki fenomena ini agar sejalan dengan target pemerintah memiliki 25 unicorn di 2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Heru menambahkan bahwa kondisi ini didorong fakta sulitnya startup mencari pendanaan saat ini. Sementara untuk meraih pengguna, rata-rata start-up harus melakukan bakar uang.
"Pendanaan kian ke sini juga kian sulit, apalagi untuk layanan yang sudah melewati fase pertumbuhannya seperti e-commerce, pembayaran digital, travel dan edukasi, digantikan dengan arah baru startup yang mengusung kecerdasan buatan, big data analytic, internet of things, maupun metaverse," ujar Heru kepada detikcom, Jumat (27/05/2022).
"Linkaja, Zenius, memang cukup berat karena pemain utamanya sudah jauh di depan. Kalau mau maju harus kuat bakar uang," tambahnya.
Dengan adanya kondisi tersebut, Heru mengatakan bahwa sebagai langkah menghadapinya, restrukturisasi jadi salah satu pilihan dan solusi bagi para startup untuk bertahan.
Hal ini juga senada dengan yang disampaikan Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira. Dia mengatakan bahwa penyebab PHK beberapa startup terjadi karena alami kesulitan pendanaan setelah rencana bisnis terpengaruh pandemi COVID-19 dan penurunan pengguna yang signifikan.
"Faktornya, secara makro kenaikan tingkat suku bunga diberbagai negara membuat investor mencari aset yang lebih aman. Imbasnya saham startup teknologi dianggap high risk. maka banyak yang meramal tahun ini adalah winter-nya startup alias tekanan sell-off besar-besaran di industri digital," ujarnya.
Akhirnya, lanjut Bhima, banyak startup kesulitan mendapatkan pendanaan baru dan investor makin selektif dalam memilih startup.
Fenomena ini bukan bubble burst? Buka halaman selanjutnya.