China Kurang Pembiayaan Hampir US$ 1 Triliun, Butuh Utang Lebih Banyak

China Kurang Pembiayaan Hampir US$ 1 Triliun, Butuh Utang Lebih Banyak

Ilyas Fadhillah - detikFinance
Selasa, 31 Mei 2022 11:11 WIB
BEIJING, CHINA -MAY 30: Office workers wait in line to show their health codes and proof of 48 hour negative nucleic acid test, outside an office building after some people returned to work, in the Central Business District on May 30, 2022 in Beijing, China. China is trying to contain a spike in coronavirus cases in Beijing after hundreds of people tested positive for the virus in recent weeks. Local authorities have initiated mass testing, mandated proof of a negative PCR test within 48 hours to enter many public spaces, closed schools and  banned gatherings and inside dining in all restaurants, and locked down many neighborhoods in an effort to maintain the countrys zero COVID strategy. Due to improved control and lower numbers of new cases and reduced spread, municipal officials from Sunday permitted the easing of some restrictions to allow for limited return to office, resumption of public transport, and the re-opening of many shopping malls, parks, and scenic spots with limited capacity in some districts. (Photo by Kevin Frayer/Getty Images)
Foto: Getty Images/Kevin Frayer
Jakarta -

Pemerintah China sedang menghadapi kekurangan uang tunai yang semakin meningkat. Para analis memprediksi akan terjadi kenaikan jumlah utang untuk menutupi selisih tersebut.

"Gelombang Omicron terbaru dan perluasan lockdown sejak pertengahan Maret menyebabkan kontraksi tajam dalam pendapatan pemerintah, termasuk pendapatan dari penjualan tanah," kata Ting Lu, kepala ekonom China dari Nomura dikutip dari CNBC, Selasa (5/31/2022).

Analis memperkirakan ada kesenjangan pendanaan sekitar 6 triliun yuan ($895,52 miliar), meliputi penurunan 2.5 triliun yuan karena pengembalian pajak dan produksi ekonomi yang melemah, dan 3,5 triliun yuan dari hilangnya pendapatan penjualan tanah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Banyak langkah stimulus yang akan diambil, baik itu obligasi khusus dari pemerintah atau tambahan pinjaman oleh bank policy, hanya akan digunakan untuk mengisi kesenjangan pendanaan ini," kata para analis Nomura.

Namun angka 3,5 triliun yuan yang mereka harapkan nampaknya sulit terpenuhi. China telah mengupayakan beberapa langkah. Misalnya menggunakan fiskal deposito untuk meningkatkan pinjaman demi menutupi jumlah kekurangan.

ADVERTISEMENT

Data ekonom bulan April menunjukkan pelemahan pertumbuhan ekonomi akibat pengendalian COVID-19. Perdana Menteri Li Keqiang dalam pertemuan nasional minggu lalu berujar jika dalam beberapa hal situasi sekarang lebih sulit dibanding tahun 2020.

Bahkan sebelum wabah COVID-19 terbaru, penjualan tanah yang menjadi sumber pendapatan pemerintah daerah anjlok setelah Beijing menindak keras pengembang real estate yang ketergantungan dengan utang.

Pemerintah daerah juga bertanggung jawab untuk menerapkan pemotongan pajak dan pengembalian dana yang telah diumumkan Beijing untuk mendukung pertumbuhan. Bank Jepang dan analis lain tidak memberikan angka spesifik tentang berapa banyak tambahan utang yang mungkin diperlukan. Namun mereka menunjuk pada meningkatnya tekanan pada pertumbuhan yang membutuhkan lebih banyak tambahan utang.

Tidak termasuk pemotongan pajak dan pengembalian dana, Kementerian Keuangan mengatakan pendapatan fiskal daerah tumbuh sebesar 5,4% selama empat bulan pertama tahun dibanding tahun lalu. Delapan dari 31 wilayah tingkat provinsi China mengalami penurunan pendapatan fiskal selama waktu itu.

Data dari Wind Information menyebut jika delapan wilayah tersebut adalah Qinghai, Shandong, Liaoning, Hebei, Guizhou, Hubei, Hunan dan Tianjin membukukan penurunan pendapatan fiskal dari tahun ke tahun dalam empat bulan pertama tahun ini. Tianjin adalah yang terburuk dengan penurunan 27%.

Menurut Wind Information Tibet adalah satu-satunya wilayah di tingkat provinsi yang mengalami penurunan pendapatan fiskal pada tahun 2021.

"Penting diperhatikan bahwa penurunan pendapatan fiskal terjadi tidak hanya di kota-kota yang terkena lockdown," kata Zhiwei Zhang, presiden dan kepala ekonom Pinpoint Asset Management.

Menurutnya kota-kota lain juga menderita meskipun tidak terkena wabah Omicron. Hal ini disebabkan karena ekonomi mereka terhubung dengan kota yang sedang lockdown.




(zlf/zlf)

Hide Ads