Sri Mulyani Ungkap Ancaman Baru Ekonomi Dunia, RI Bisa Kena?

Sri Mulyani Ungkap Ancaman Baru Ekonomi Dunia, RI Bisa Kena?

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Rabu, 08 Jun 2022 07:00 WIB
Menkue Sri Mulyani mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Selasa (31/5). Sri Mulyani jelaskan percepatan pembangunan infrastrukur dalam APBN 2023.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Ancaman baru menghantui ekonomi dunia. Setelah berjibaku dengan wabah penyakit COVID-19 yang menjadi pandemi di seluruh dunia dan memperlambat perekonomian, kini dunia akan dihadapkan masalah pada sektor keuangan.

Hal itu dibeberkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan DPR RI. Masalah keuangan yang akan terjadi adalah kenaikan suku bunga yang mendorong perlambatan ekonomi.

"Seluruh dunia trennya bergeser, dari masalah penyakit jadi masalah keuangan yang berimbas ke sosial politik," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan DPD, Selasa (7/6/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Sri Mulyani selama ini imbas pandemi COVID-19 telah menekan masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah, dan UMKM. Kini, ancaman baru itu justru menekan korporasi dan sektor keuangan.

"Risikonya berbeda dari pandemi. Saat pandemi itu terkena rakyat bawah dan UMKM, kalau yang ini sekarang suku bunga naik yang kena adalah korporasi dan lembaga keuangan. Ini adalah tipikal potensi financial crisis," terang Sri Mulyani.

ADVERTISEMENT

Ancaman pada sektor ekonomi ini terjadi setelah adanya tren inflasi alias kenaikan harga global, salah satunya dipicu oleh perang Rusia-Ukraina. Nah, inflasi yang terjadi di berbagai negara mendorong pengetatan kebijakan moneter, salah satunya adalah naiknya suku bunga.

Masalah pada sektor keuangan akan muncul bila Amerika Serikat sebagai raksasa ekonomi menerapkan kebijakan moneter berupa kenaikan suku bunga. Alhasil, posisi mata uang dolar, yang selama ini banyak digunakan di seluruh dunia, menguat.

Di sisi lain imbal hasil obligasi US Treasury pun akan naik. Nah, dampaknya ke Indonesia akan ada arus modal asing ke luar negeri. Hal itu bisa menaikkan biaya untuk surat utang yang diterbitkan pemerintah. Alhasil bila pemerintah ingin mencari dana ke luar negeri biayanya akan makin mahal.

"Kalau dolar dan US Treasury naik akan ada capital outflow, modal asing mereka keluar dari Indonesia. Hal ini juga akan menekan harnga surat berharga negara dan yield-nya otomatis akan naik," papar Sri Mulyani.

Sri Mulyani menambahkan kenaikan suku bunga ini juga bisa memperlambat ekonomi, bahkan berujung pada resesi. Fenomena stagflasi ekonomi menurutnya bisa saja menghantui dunia dan juga Indonesia.

"Kombinasi inflasi tinggi dan tekanan pengetatan kebijakan moneter adalah munculnya fenomena stagflasi yaitu inflasi tinggi yang kemudian direspons kebijakan pengetatan membuat resesi atau stagnasi ke perkonomian, ini yang harus diwaspadai," jelas Sri Mulyani.




(hal/zlf)

Hide Ads