AS Terancam Resesi, Ini Tanda-tandanya?

Aulia Damayanti - detikFinance
Rabu, 08 Jun 2022 13:54 WIB
Foto: AP/Alex Brandon
Jakarta -

Ekonomi Amerika Serikat diprediksi mengalami resesi. Hal itu berdasarkan laporan dari Federal Reserve yang memprediksi pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal II-2021 menurun.

Pelacak gross domestic product (GDP), GDPNow Fed Atlanta, menunjukan pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal II hanya 0,9%. Sementara pada kuartal sebelumnya ekonomi AS hanya tumbuh 1,5%.

Mengutip dari CNBC, Rabu (8/6/2022) Penurunan ekonomi dua kuartal berturut-turut ini merupakan kriteria resesi.

Ancaman resesi itu ditandai dengan keadaan AS yang kewalahan menghadapi tantangan ekonomi pasca pandemi dan perang di Ukraina. Hampir semua jenis komoditas mengalami kenaikan harga.

Harga BBM-Bahan Pokok Naik

Keterangan tersebut berdasarkan kesaksian dari warga Indonesia yang tinggal di AS, Meidy yang tinggal di Los Angeles. "Kalau harga-harga naik iya, gila-gilaan naiknya. Dan mayoritas semua naik," kata Meidy saat dihubungi detikcom.

Misalnya saja bahan bakar minyak (BBM), harga di wilayahnya berkisar antara US$ 6 atau Rp 86.400 sampai US$ 7 atau Rp 100.400 (kurs Rp 14.400) per galon. Sebelum perang Ukraina harga bensin paling mahal masih di angka US$ 4 atau Rp 57.600.

Kenaikan harga juga dialami barang-barang komoditas pokok. Ayam potong dan daging misalnya, yang naik hampir dua kali lipat. "Daging ayam naiknya juga lumayan. Biasanya 1 ekor pas pandemi saya beli US$ 7 sudah ukuran lumayan besar. sekarang jadi bisa US$ 13," ungkapnya.

Meidy menjelaskan jika dampak perang Ukraina bagi warga AS lebih terasa dibandingkan dengan pandemi. Pandemi sempat membuat stok beberapa barang mengalami kelangkaan. Namun, tidak membuat harganya melambung seperti sekarang.

Pasar modal AS juga turut terdampak akibat kondisi ekonomi global saat ini. Saham perusahaan raksasa seperti Amazon dan Apple anjlok cukup drastis. Menurut Meidy, ketakutan akan resesi yang diprediksi para analis sudah mulai terjadi di AS.

Pengangguran Bertambah

Menurut Meidy banyak orang memilih keluar dari pekerjaannya karena pertimbangan gaji. Namun, mereka sulit mendapat pekerjaan baru akibat belum pulihnya ekonomi setelah pandemi.

Mengutip dari Reuters, Biro Statistik Tenaga Kerja AS jumlah pengangguran meningkat 9 ribu menjadi 5,950 juta, sedangkan tingkat penyerapan tenaga kerja naik 321 ribu menjadi 158,426 juta.

Berdasarkan data itu, tingkat pengangguran di AS 3,6% pada Mei 2022, sama seperti dalam dua bulan sebelumnya, tetap terendah sejak Februari 2020 dan dibandingkan dengan ekspektasi pasar 3,5%




(zlf/zlf)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork