Kasus COVID di RI Ngegas Lagi, Dampak ke Ekonomi Gimana?

Kasus COVID di RI Ngegas Lagi, Dampak ke Ekonomi Gimana?

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Senin, 20 Jun 2022 15:05 WIB
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjawab soal usulan lockdown akhir pekan. Anies menekankan wilayah DKI Jakarta tidak akan menerapkan kebijakan tersebut
Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Kasus Covid-19 kembali mengalami kenaikan yang signifikan sejak awal Juni. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan pembatasan mobilitas kembali diberlakukan, hingga berimbas pada perekonomian dalam negeri.

Tercatat pada hari ini Senin (20/06/2022), jumlah kasus aktif Covid-19 menyentuh angka 9.099. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan kenaikan kasus Covid-19 di atas 1.000 per hari ini memang perlu diwaspadai dan diantisipasi agar tidak terjadi lonjakan yang lebih tinggi lagi.

Meski begitu, Faisal mengatakan dampaknya terhadap perekonomian terbilang masih minim jika dibandingkan dengan inflasi global yang menular ke dalam negeri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tapi untuk dampak buruknya terhadap ekonomi saya melihat masih kecil, terutama kalau melihat bagaimana dampak lonjakan omicron beberapa bulan lalu yang secara ekonomi tidak terlalu signifikan mempengaruhi ekonomi kita di Q1," ujar Faisal, kepada detikcom.

Faisal menambahkan, kalaupun ada peningkatan level PPKM tidak akan seketat yang sebelum-sebelumnya. Pun di awal tahun ini saat lonjakan omicron sedang tinggi-tingginya pun ekonomi RI tetap tumbuh 5,01%.

ADVERTISEMENT

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan memberikan tanggapan yang tidak jauh berbeda. Dia mengatakan, dampaknya terhadap perekonomian tergantung pada apakah akan diterapkannya lockdown atau tidak.

"Kalau Covid-19, saya melihat tidak seperti yang awal-awal karena sudah ada imunitas dari setiap orang yang sudah divaksin. Seandainya pun kasus naik, bahaya seperti kemarin sudah jauh berkurang," ujar Anthony.

Anthony mengatakan, untuk ke depannya akan susah diperkirakan. Pun informasi mengenai 2 varian virus baru ini belum begitu banyak sehingga tetap harus diwaspadai. Meski begitu, dirinya optimis dengan masyarakat yang sudah lebih siap dan adaptif.

"Di luar negeri banyak negara yang sudah melihat ini sebagai endemi. Masyarakat kita pun sudah lebih antisipatif dalam menghadapi Covid-19 terlihat dari persentase kasusnya, angka penyembuhannya, juga angka kematiannya. Dampaknya tidak akan begitu signifikan terhadap ekonomi," tambahnya.

Anthony mengatakan, saat ini bahaya paling besar ialah krisis global yang semakin dekat dan kenaikan suku bunga. Inilah yang akan mempengaruhi perekonomian negeri dalam skala besar.

"Ekonomi Q1 AS sudah turun. Eropa dan AS aktivitas ekonominya di tahun ini diprediksi akan terus menurun. Tentunya apabila itu, semuanya akan terkena imbasnya. Kedua kenaikan suku bunga. Kita lihat suku bunga rupiah sudah tertekan. Diperkirakan bulan Juli akan naik menjadi 3,25-3,75 persen suku bunganya

Berbeda dengan Faisal dan Anthony, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan masalah soal kenaikan covid ini tidak bisa dianggap remeh karena bisa mengganggu psikologis konsumen.

"2020 dan 2021 kenaikan harga barang relatif tidak menjadi kekhawatiran, pun juga inflasi relatif rendah bahkan terjadi deflasi. Maka Covid-19 sekarang ini akan sangat mengganggu konsentrasi pemulihan ekonomi di dalam negeri karena berbeda pada waktu yang lalu," ujar Bhima.

Meski begitu, Bhima mengatakan Indonesia telah memiliki pengalaman dalam menghadapi Covid-19 sebelumnya, sehingga telah timbul kewaspadaan dalam diri masyarakat yang hingga kini pun masih mementingkan protokol kesehatan.

"Antisipasi Covid-19 jangan kemudian dinomorduakan, beberapa negara masih berjuang melawan Covid-19. Yang perlu dilakukan adalah perlu adanya penambahan dan menghitung ulang anggaran kesehatan," ujar Bhima.

"Yang kedua, pada beberapa sektor usaha yang mulai bangkit tapi bisa terimbas seperti perhotelan, transportasi, FnB, tetap diberikan intensif maupun stimulus. Pelaku UMKM perlu mendapat dukungan penyaluran kredit usaha rakyat. Pun protokol kesehatan di beberapa wilayah dengan kasus tinggi perlu diperketat," tambahnya.



Simak Video "BPS Ungkap Ekonomi RI Tumbuh 3,69 % Selama 2021"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads