Kementerian Keuangan mencatat hingga akhir Mei 2022 posisi utang pemerintah sebesar Rp 7.002 triliun. Rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) 38,88%.
Dikutip dari buku APBN KiTa, secara nominal angka ini terjadi penurunan total outstanding dan rasio utang terhadap PDB dibandingkan realisasi April 2022.
"Rasio utang terhadap PDB dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal," tulisnya, dikutip Sabtu (25/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Disebutkan berdasarkan jenis, utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai 88,2% dari seluruh komposisi utang akhir Mei 2022. Sementara berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (rupiah), yaitu 70,68%.
Selain itu, kepemilikan SBN tradable oleh investor asing terus menurun sejak 2019 yang mencapai 38,57%, hingga akhir 2021 yang mencapai 19,05%, dan per 7 Juni 2022 mencapai 16,74%. Dalam buku APBN KiTa juga disebutkan saat ini komposisi utang pemerintah dikelola dengan mempertimbangkan kemampuan bayar dan kapasitas fiskal.
Hal ini dapat dilihat dari rata-rata jatuh tempo (average time to maturity) sepanjang 2022 masih terjaga di kisaran 8,7 tahun. Pengadaan utang pemerintah ditetapkan atas persetujuan DPR dalam UU APBN dan diawasi pelaksanaannya oleh BPK.
Dalam pelaksanaannya, pengadaan utang pemerintah juga memperhatikan perkembangan kondisi ekonomi dan kebutuhan pembiayaan. Meski masih diliputi ketidakpastian, pemulihan ekonomi di tahun 2022 diperkirakan akan terus berlanjut.
Dengan adanya peningkatan kinerja pendapatan negara yang baik dan didukung realisasi pembiayaan utang yang on track, serta optimalisasi pemanfaatan SAL sebagai buffer fiskal.
"Defisit APBN 2022 diperkirakan akan lebih rendah dari target sebagaimana dua tahun sebelumnya. Pemerintah optimis di tahun 2023 APBN dapat kembali menuju defisit di bawah 3 persen terhadap PDB," jelasnya.
(kil/ara)