Hal itulah yang dirasa oleh Bhima sebagai pemicu pertanyaan-pertanyaan generasi tersebut, karena tidak memahami ada banyak sekali peluang bisnis yang bisa dilakukan di dalam rumah selama ada koneksi internet dan muncul profesi-profesi baru yang dalam lima tahun terakhir tidak dikenal atau tidak terlalu populer.
Sebut saja profesi data analyst, game developer, kemudian artificial intelegent, dan juga profesi yang berkaitan dengan promote trading. Bhima mengatakan, semakin kesini, semakin banyak profesi-profesi yang spesialisasinya itu ternyata dibutuhkan di era digital dan ternyata penghasilannya relatif tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalkan data analyst. Penghasilan rata-ratanya katakanlah Rp 25 juta, ada yang mencapai Rp 50 juta per bulannya. Ada juga mereka yang masuk di dalam e-commerce dan menjadi content creator, itu juga penghasilannya tidak kecil," tuturnya.
Tak lupa Bhima juga menyebutkan Ghozali Everyday, yang bisa menjual karyanya di NFT, hingga menjadi salah satu trend yang anak muda gandrungi di rumah. Tidak perlu keluar rumah, tidak perlu berpenampilan seperti pekerja kantoran, tapi penghasilannya berkali-kali lipat dari para pekerja kantoran.
"Dan itu mungkin menjadi salah satu dream job dari anak-anak muda sekarang," ujarnya.
"Jadi ketidakpahaman ini yang mengakibatkan generation gap. Nah ini yang mungkin semakin lama saya kira semakin banyak yang menyadari kalau digitalisasi memberikan banyak peluang, terutama di tengah situasi ekonomi yang kurang menentu ini," tutup Bhima.
(hns/hns)