Sri Lanka bangkrut dan ekonomi runtuh setelah berbulan-bulan berjuang menghadapi kekurangan pasokan makanan, bahan bakar minyak (BBM), hingga listrik. Negara di Asia Selatan itu gagal bayar utang luar negeri (ULN) US$ 51 miliar atau Rp 754,8 triliun (kurs Rp 14.800).
Utang yang selama ini ditanam pemerintah Sri Lanka harus ditanggung dengan beban sangat besar. Di sisi lain, pandemi COVID-19 membuat pendapatan negara berkurang karena ekspor dan kedatangan turis menurun, ditambah ada perang Rusia-Ukraina membuat melonjaknya harga komoditas.
Masalah kebangkrutan sebenarnya bukan kali pertama melanda sebuah negara. Selain Sri Lanka, sejumlah negara juga pernah bangkrut dengan berbagai penyebab, salah satunya tumpukan utang.
Yunani secara resmi menyandang status bangkrut pada 2015. Dilansir dari World Bank, negara itu terlilit utang hingga US$ 360 miliar atau sekitar Rp 5.000-an triliun, membuat tunawisma atau gelandangan naik 40%.
Pada 2016, Mekanisme Stabilitas Eropa Uni Eropa mengucurkan 7,5 miliar euro ke Yunani yang kemudian digunakan untuk membayar utang. Yunani pun mulai melakukan langkah-langkah penghematan.
Pada 2017, Yunani menerbitkan obligasi pertamanya sejak 2014. Kemudian dengan penerbitan obligasi pada 2020, rasio utang Yunani diprediksi mencapai 188,8% dengan nilai utang 337 miliar euro, naik dari posisi 2019 yang sebesar 331 miliar euro.
Pada 2021, ekonomi Yunani melesat 8,3%. Angka tersebut berbanding terbalik dengan tahun sebelumnya yang babak belur dihantam pandemi, minus 8,2%.
Argentina dinyatakan gagal bayar (default) karena tak bisa melunasi utang ke kreditur pada 2001. Dilansir dari laman DW, pada 2014 negara ini kembali mengalami gagal bayar saat dua lindung Amerika serikat (AS) menggugat pembayaran sebagian utang lama Argentina.
Pemerintah Argentina pun mengajukan pinjaman US$ 50 miliar atau Rp 705,9 triliun ke Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) pada 2018. Sampai saat ini utang tersebut belum lunas karena pemerintah ngaku tak memiliki dana untuk membayarnya.
Argentina mengajukan utang ke IMF untuk menangani krisis ekonomi yang sedang terjadi saat itu. Krisis terjadi lantaran kenaikan inflasi yang signifikan, sehingga mata uang peso Argentina anjlok hingga 40% sepanjang 2018.
Terlepas dari itu, ekonomi Argentina mulai menunjukkan pemulihan. Setelah anjlok 9/,9% pada 2020 karena pandemi COVID-19, ekonomi Argentina melaju 10,3% pada 2021.
Dilansir dari CADTM, pada 2008 Zimbabwe mengalami krisis ekonomi dan terlilit utang luar negeri hingga US$ 5,255 miliar. Negara itu juga mengalami hiperinflasi dan menciptakan rekor inflasi tertinggi di dunia.
Pada Mei 2009, Zimbabwe berutang kepada IMF sebesar US$ 138 juta dan Bank Dunia sebesar US$ 676 juta. Tak cukup sampai di situ, pada April 2009 Zimbabwe kembali berutang ke Bank Pembangunan Afrika sebesar US$ 438 juta.
Pada Mei 2022, negara ini kembali mengalami hiperinflasi mencapai 131,7% atau naik 96,4% dari April 2022.
Pada 2017 pemerintah Venezuela mengaku tak bisa membayar seluruh utangnya. Negara itu tercatat memiliki utang kepada sejumlah negara antara lain China dan Rusia.
Venezuela yang dikenal sebagai negeri kaya akan minyak, kehilangan pemasukan saat harga minyak turun hingga tak mampu membayar utang. Jumlah utangnya mencapai US$ 150 miliar atau sekitar Rp 2.025 triliun.
Laporan PBB memperkirakan 94% rakyat Venezuela hidup dalam kemiskinan pada 2019. Kemudian pada 2021, 94,5% rakyat Venezuela hidup dalam kemiskinan pada 2021.
Krisis ekonomi pada 1999 membuat para elit Ekuador menjarah kas negara karena berbagai komoditas langka. Beberapa pejabat mendapat kucuran dana yang ditransfer dari pinjaman Bank Dunia hingga berjumlah jutaan dolar.
Pada pertengahan 1999, kas negara Ekuador akhirnya habis. Negara di kawasan Amerika Selatan itu dinyatakan bangkrut.
Pada 2008, untuk kedua kalinya perekonomian Ekuador terjungkal dan terjebak ancaman kebangkrutan dalam sepuluh tahun terakhir. Ekuador saat itu terlilit utang sebesar US$ 10 miliar pada para pemegang obligasi, kreditor multilateral dan pada pemerintahan di sejumlah negara.
Pada 2008 lalu, Ekuador menyatakan tak mau membayar utang negara. Hal itu bukan karena tak mampu, tapi karena pemerintah menganggap utang negara di masa lalu disebabkan oleh serangkaian aksi korupsi pemerintah sebelumnya.
Tahun ini, utang Ekuador tercatat mencapai 24,8% dari produk domestik bruto (PDB). Utangnya terus bertambah sejak gagal bayar enam tahun silam.
Meski demikian, menurut data IMF, pertumbuhan ekonomi Ekuador tercatat sehat dalam beberapa tahun terakhir. PDB-nya tumbuh 5,1% pada 2012 dan sekitar 4,9% pada kuartal IV-2021.
Kebangkrutan Lebanon disampaikan langsung Wakil Perdana Menteri Lebanon, Saadeh al-Shami. Pada April 2022 lalu, dia mengaku jika negara dan bank sentral Lebanon telah bangkrut.
Negara ini memang telah bergulat dengan krisis ekonomi yang parah sejak 2019. "Negara telah bangkrut seperti halnya Banque du Liban. Kerugian telah terjadi dan kami akan berusaha untuk mengurangi kerugian bagi rakyat," jelasnya dilansir dari Al-Jadeed.
Mata uang Lebanon telah kehilangan 90% nilainya, mengikis kemampuan orang untuk mengakses barang-barang dasar termasuk makanan, air, perawatan kesehatan, dan pendidikan. Selain itu, pemadaman listrik yang meluas sering terjadi karena kekurangan bahan bakar.