Jakarta -
Pandemi virus Corona yang melanda Indonesia 2 tahun lebih telah menekan perekonomian masyarkat. Tekanan ekonomi utamanya timbul akibat penerapan pembatasan kegiatan masyarakat yang berimbas pada menurunnya aktivitas dan konsumsi masyarakat.
Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sektor kuliner seperti warteg, rumah makan padang hingga penjual panganan tenda pinggir jalan turut merasakan imbasnya. Sepinya pengunjung membuat usaha mereka banyak yang gulung tikar.
Kini pandemi mulai reda. Namun muncul keresahan baru di antara pedagang yakni melambungnya harga-harga kebutuhan pokok. Beberapa komoditas pangan di kawasan DKI Jakarta pun harganya bertahap semakin melonjak. Kenaikan menimpa cabai, bawang, hingga terigus sekalipun. Padahal, sebagai UMKM sektor pangan, sayuran hingga cabai merupakan komponen utama yang membentuk biaya produksi mereka setiap harinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pedagang nasi uduk di sekitar Jalan Raya Lenteng Agung, Jakarta Selatan, bernama Leni (29) misalnya, Ia mengungkapkan berbagai bahan pokok yang dibelinya untuk berjualan semakin hari, semakin tak karuan.
"Semua apa-apa naik. Noh, saya beli bahan terigu Segitiga buat gorengan saja yang tadinya Rp 8 ribu sekarang jadi Rp 10.500. Telur tadinya Rp 30 ribu per 1 kg, jadi Rp 35 ribu," ungkapnya kepada detikcom, Senin (27/3/2022).
Leni yang berjualan nasi uduk dari jam 6 pagi hingga jam 11 siang itu mengaku, adanya kenaikan harga pangan itu membuatnya harus mengurangi pembelian beberapa komoditas, seperti cabai.
"Sekali sehari modal belanjakan Rp 300 ribu. Lah cabai naik pisan di pasar beli Rp 5 ribu aja udah nggak dapet. Paling nggak harus beli Rp 10 ribu ke atas belinya. Yang tadinya saya beli 1 kg cabai rawit merah, sekarang cuma beli berani Rp 20 ribu aja sedikit. Sambal juga saya campur pakai tomat," ungkapnya.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Tak hanya Leni, tak jauh dari lapaknya ada juga penjual nasi uduk dan aneka lauk yang merasakan hal tersebut.
"Iya nih, pusing semua naik nggak karuan. Bawang potong jadi Rp 60 rb per kg. Cabe rawit paling mahal. Karena mahal, biasanya saya beli setengah kilo, sekarang dikurangi jadi 1/4 aja Rp 25 ribu. Telur per kg tadinya Rp 22 ribu, sekarang jadi Rp 26 ribu saya beli di agen. Kalau harga eceran telur paing udah Rp 30 ribu," ungkap Lita, pedagang lauk pauk dan nasi uduk.
Lita juga mengungkapkan bahwa harga bihun juga mengalami kenaikan. Menurutnya, untuk bisa mendapatkan omzet lebih di situasi sekarang, para pedagang juga harus berani bermodal besar.
"Bangsa bihun mie per balnya dia naik dari agen. Bihun tadinya Rp 55 ribu sekarang Rp 60 ribu per bal. Harusnya punya modal besar biar omzetnya agak besaran. Kalau beli ecer ya bakal sudah berbeda harganya, kalau menurut saya mah begitu," katanya.
Tukang gorengan juga mengaku semenjak harga naik, ia memilih untuk mengurangi belanjaannya.
"Terigu buat gorengan tadinya RP 8 ribu sekarang Rp 9.500, itu udah dari 2 bulan yang lalu. Kol tadnya Rp 9 ribu, sekarang 1 kg nya Rp 15 ribu. Tempe tahu naik, tempe se papan tadinya Rp 5 ribu sekarang Rp 7 ribu. Kalau tahu sebiji Rp 250 perak, jadi Rp 350 satunya. Jadi saya nggak mau beli banyak-banyak lah. Cabai rawit hijau tadinya Rp 30 ribu sekarang Rp 90 ribu per kg. Ya saya belinya cuma 1/4 aja Rp 15 ribu.
Pemilik warteg yang buka selama 24 jam, juga mengeluhkan kenaikan harga yang hampir menimpa semua bahan pangan.
"Bener-bener nggak kuat.. Jelas dikurangin.. waktu murah beli bisa beli cabai 5 kg, sekarang cuma 2 kg aja udah. Harga saya beli cabai rawit Rp 100 ribu, cabai hijau Rp 80 rb 2 kg, cabai merah Rp 85 ribu, kacang naik jadi Rp 15 ribu tadinya Rp 10 ribu, buncis aja naik jadi Rp 30 ribu 2 kilo. Kol tadinya Rp 7 ribu sekarang Rp 14 ribu. Minyak lumayan turun minyak udah Rp 16 ribu," ungkap pemilik Warteg tersebut.
Pemilik warteg tersebut mengungkapkan, adanya harga daging sapi yang naik membuat dirinya mengurangi pembelian daging, hingga sementara tidak membuat olahan daging lagi.
"Daging sapi sekilo Rp 135 ribu sekilo tadinya Rp 110 ribu. Saya udah nggak beli daging seminggu. Daging kan kadang direndang, karena mahal jadi mengurangi tadinya, sekarang malah nggak dulu deh," katanya.