Jurus Warteg Cs Bertahan Kala Harga Bapok Meroket

Jurus Warteg Cs Bertahan Kala Harga Bapok Meroket

Kholida Qothrunnada - detikFinance
Senin, 27 Jun 2022 14:06 WIB
Restoran Warteg Ma Djen yang berada di Jalan Tanah Mas Raya, Kelurahan Kayu Putih, Pulo Gadung, Jakarta Timur.
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Kenaikan harga bahan pokok, mulai dari bumbu dapur hingga daging, membuat para pedagang harus putar otak supaya bisa tetap bertahan tanpa harus gulung tikar.

Hal itu juga yang dilakukan oleh Isan, Pengelola Franchise Warung tegal alias Warteg Kharisma Bahari (WKB), yang berada di Jalan Akses UI, Kelapa Dua, Depok .

"Semuanya bahan pokok naik, cabai naik pokoknya hampir semua lah, hampir dari mau Lebaran sampai sekarang bertahap naiknya. Jadi saya mah berani naikkin harga. Misal usus yang seporsi Rp 3 ribu, jadi 4 ribu. Misal minyak goreng naik banget kan. Kemarin jadinya gorengan tadinya Rp 1 ribu saya jual Rp 2 ribu. Tapi nggak semua saya naikkin harganya beberapa aja," katanya kepada detikcom saat ditemui di wartegnya, Senin (27/6/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Isan mengaku sebelum menaikkan harga, ia pun telah melakukan beberapa survei harga terlebih dahulu dengan kompetitor warteg disekitarnnya.

"Berdampak mah berdampak gegera bapok naik. Namanya kita jualan masakan kan pakai bumbu segala macam. Cuma kalau saya kan naik nih beberapa harganya, tapi saya juga survei dulu harga sekitar lah. Supaya nggak jomplang," katanya.

ADVERTISEMENT

Isan mulai membuka warungnya sejak 1 tahun yang lalu, dan berjualan dari jam 07.00-03.00 pagi, Ia mengelola WKB yang dibeli investornya sebesar Rp 250 juta. Ia mengungkapkan pertama buka, ia mematok harga di bawah pesaing sekitarnya, baru kemudian merangkak naik hingga menyamakan harga.

Ia mengaku melakukan beberapa cara untuk bisa berjualan tanpa harus merugi. Selain, menaikkan harga dibeberapa menunya, ia juga merubah bagaimana menu itu diolah.

"Pas minyak naik. Nanaikan harga misal ngurangin masakan yang terlalu boros minyaknya. Misal kentang kita kosongin dulu, dia kan gorengnya harus lama. Tempe goreng, terus ganti kita olah jadi menu tempe basah. Cabai sekarang naik, sambal mah kita tetap ada, cuman kalau udah abis sewajan kita nggak bikin lagi, kalau dulu kan kalau abis langsung kita bikin lagi sambalnya," tambahnya.

Lihat juga video 'Warteg Legendaris Gang Mangga: Satu Sendok Petai Harganya Rp 15 Ribu!':

[Gambas:Video 20detik]



Bersambung ke halaman selanjutnya.

Seharinya Isan mengaku bisa mendapatkan omzet bersih Rp 2-3 juta, dan itu menurutnya stabil. Ketika ditanya pengaruh harga terhadap pembeli, Isan mengatakan dengan naiknya bapok ini membuat banyak orang membeli dagangannya.

"Bapok pada naik ini, jutsru orang pada nggak masak. Jadi org lebih milih makan yang udah jadi. Pembelinya pada beli lauknya sayuran aja. Ini mereka pada banyak beli lauknya aja mulai dari 2-3 minggu yang lalu,"terangnya.

"Jadi ya kudu pinter-pinter lah ngakalin. Kalau mau untung. Dengan cara ngurangin bahan sama naikin harga mau nggak mau," sambungnya.

Senada, Leni penjual nasi uduk juga melakukan cara menyikapan harga cabai yang melonjak tinggi hingga tembus Rp 100 ribu lebih per kilonya.


"Saya beli cabai buat sambal dan balado telur aja udah Rp 120 ribu neng di toko sayur. Tomat aja naik jadi Rp 13 ribu. Jadi biar nggak boncos buat sambalnya aja sekarang saya campur sama tomat, jadi nggak semua cabai. Kalau nggak gitu tekor saya cuma beli cabai doang," kata Leni.

Leni mengaku meskipun bahan-bahan yang ia beli naik, ia tak berani menaikkan harga nasi uduknya.

"Ya gimana ya, saya nggak naikin ini nasi uduk masih saya jual sama Rp 7 ribu. Kalau dinaikkin kan kasian sama pembeli saya. Yang makan di saya kan macam supir, tukang cuci mobil, ya begitu lah. Saya kasian sama diri saya, saya juga kasian ama yang lawn," ujarnya sambil mengelus dada.

Adanya kenaikan harga bapok, membuat omzetnya terus menurun. Leni hanya bisa mendapatkan omzet kotor Rp 300 ribu, bahkan tak jarang ia menombok dagangannya itu per hari Rp 100 ribu.

Sementara, untuk pemilik warteg sendiri mengaku ,saat berbagai komoditas naik, ia pun terpaksa mengurangi pembelian bumbu masak.

"Kalau saya nggak berani naikkin harga. Takut persaingannya, pedagang sekitar sini kan nggak kompak. Kalau saya naikkin harga, ya bisa-bisa pada kabur tuh pembeli. BHarga pada naik jelas dikurangin.. Misal waktu murah bisa beli 5 kilo cabai, sekarang cuma 2 kilo aja udah ngos-ngosan," ungkapnya.

Ia juga mengaku sejak harga daging naik, membuat dirinya mengurangi pembelian daging, hingga sementara tidak membuat olahan daging lagi.

"Daging sapi sekilo Rp 135 ribu sekilo tadinya Rp 110 ribu. Saya udah nggak beli daging seminggu. Daging kan kadang direndang, karena mahal jadi mengurangi tadinya, sekarang malah nggak dulu deh," pungkasnya.

Sementara, untuk pedagang gorengan sendiri beberapa memang mengurangi pembelian cabai. Namun, ungkap salah satu pedagang, ketika ia mencoba mengurangi cabai untuk pembelinya, tak sedikit pembeli yang meminta cabai lebih.

"Saya coba kurangin ngasih cabai rawit ijonya, misal cuma beli Rp 5 ribu, saya kasih 4-5 biji lah. Tapi banyak juga yang bilang, bang tambahin dong gitu. Yah yauda saya tambahin aja lah. Hahahaha, pusing mau gimana lagi. Kan kalau nggak jualan saya nggak makan," katanya.


Hide Ads