Masalahnya, kebanyakan perlintasan sebidang yang liar dibuat dan digunakan untuk keperluan masyarakat sekitar jalur kereta api. Penutupan perlintasan liar pun seringkali diprotes, bahkan ada yang berujung dengan pembukaan paksa oleh masyarakat.
Perlintasan sebidang, khususnya yang liar juga seringkali jadi momok bagi keselamatan. Data dari PT Kereta Api Indonesia alias KAI, sepanjang Januari sampai Juni 2022 ini, sudah tercatat telah terjadi sebanyak 95 kecelakaan di perlintasan sebidang.
Beberapa di antaranya terjadi di perlintasan sebidang yang liar. Paling baru kecelakaan sempat terjadi di salah satu perlintasan liar yang ada di Bekasi. Tepatnya, di perlintasan KM 34+4/5 petak jalan Cikarang-Tambun. Kecelakaan melibatkan KA Argo Sindoro relasi Semarang-Gambir dengan sebuah mobil.
Kejadian ini terjadi pada Selasa 21 Juni yang lalu. Kecelakaan yang terjadi cukup parah. Mobil bukan cuma tertabrak, namun sampai terseret kereta hingga sekitar 500 meter. Akibatnya, satu dari tiga orang penumpang mobil itu dinyatakan meninggal. Dua lainnya, berhasil menyalematkan diri.
Paska maut yang terjadi di perlintasan liar yang ada di Bekasi itu, KAI langsung melakukan penutupan perlintasan liar sebagai langkah antisipasi kejadian serupa tak berulang.
Bicara soal aturan hukumnya, menurut Kepala Humas KAI Daop I Eva Chairunisa semua pemangku kepentingan kereta api harus mengacu pada UU Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Ada beberapa pasal yang mengatur soal perlintasan sebidang.
Pasal 91 ayat 1 menjelaskan, seharusnya perpotongan jalur kereta api dan jalan biasa dibuat tidak sebidang. Bisa saja perpotongan jalur itu dibuat berupa jembatan ataupun fly over. Meski begitu di pasal lainnya perlintasan sebidang masih diperbolehkan asalkan menjadi perlintasan resmi.
Nah nasib perlintasan sebidang liar tak berizin, menurut Eva, seharusnya mengacu pada pasal 91 ayat 1 yang menyebutkan perlintasan liar itu harus ditutup. Masih di pasal 94, tepatnya pada ayat 2, penutupan perlintasan sebidang liar dilakukan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
"Pasal 94 ayat 1 menyebutkan utuk keselamatan perjalanan KA dan pemakai jalan, perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup," ujar Eva kepada detikcom, Rabu (29/6/2022).
Masyarakat Butuh Perlintasan Liar
Meski jelas-jelas dilarang dan sering jadi biang kerok kecelakaan, nyatanya masih banyak perlintasan sebidang liar bermunculan. Dari penelusuran detikcom, di kawasan Citayam, Depok, berjejer lintasan sebidang liar yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat.
Bahkan, dalam jarak sekitar 2 kilometer saja nampak terlihat ada 3 perlintasan liar berjejeran di kawasan tersebut.
Salah satu dari 3 perlintasan itu adalah perlintasan liar Rawa Geni yang sempat menjadi lokasi kecelakaan tabrakan antara kereta Commuter Line dan sebuah mobil. Beruntungnya, kala itu tak ada korban jiwa. Namun yang jelas, perlintasan itu sempat ditutup pemangku kepentingan kereta api, tetapi atas kesepakatan warga perlintasan itu pun dibongkar dan dibuka kembali.
detikcom sempat berbincang dengan penjaga di salah satu perlintasan liar di kawasan Citayam, tepatnya di Gang SMP Ratu Jaya. Menurut pengakuan Femri, penjaga palang pintu di Gang SMP, perlintasan sebidang yang dijaga olehnya memang sangat dibutuhkan masyarakat.
Femri menolak apabila imbas dari kecelakaan Rawa Geni, perlintasan sebidang yang dijaga olehnya harus ikut-ikutan ditutup. Biar begitu, sejauh ini meskipun perlintasan yang dijaganya ilegal, belum ada kabar atau arahan untuk ditutup.
"Kalau mau ditutup ya mesti lihat dulu nih, ini ada sekolahan, ada kampung juga kan. Kalau ditutup kagak ada akses lagi kan. Nah kita mau gimana? Masak mau lompat kita? Entar kejadian lebih bahaya lagi," ujar Femri ditemui detikcom saat sedang berjaga di posnya.
Sebagai perlintasan liar, Femri tak menampik perlintasan yang dijaganya memang ilegal dan sudah risikonya harus ditutup. Lanjutkan ke halaman berikutnya
Dia juga menyadari perlintasan yang dijaganya cukup membahayakan, hanya saja perlu dibicarakan secara mendalam bila mau ditutup.
"Wajar sih kalau ilegal mau ditutup, apalagi kalau, amit-amit ya, di sini ada kejadian (kecelakaan). Dibilang aman juga nggak aman banget, yang jaga aja saya manual-manual aja. Cuma sekali lagi, nggak bisa asal tutup harus ada omongan ke warga," tutur Femri.
"Saya juga kan kerja keras di sini jagain. Panas-panas, ujan-ujanan juga, tanggung jawab saya gede juga," katanya.
Setali tiga uang, Rusfendi, penjaga palang pintu di perlintasan sebidang liar di Gang Kembang juga menyebutkan hal yang sama. Katanya, perlintasan sebidang sangat dibutuhkan masyarakat sebagai jalan akses. Cukup sering juga bila jalan utama Citayam macet ataupun jalan di kawasan Dipo macet, perlintasan yang dijaganya pun jadi jalan alternatif.
"Ya jangan deh (ditutup), ini kan dibutuhin sama warga sini. Mau ke mana-mana lewat sini aksesnya. Kalau sini di Citayem macet, apa nggak di Dipo macet, Gang Kembang sering jadi alternatif. Ya lewatnya sini-sini juga," ungkap Rusfendi ditemui detikcom di perlintasan Gang Kembang.
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono menyatakan sudah seharusnya masyarakat mau mematuhi aturan yang ada. Menurutnya, perlintasan sebidang yang resmi saja yang bisa beroperasi.
Soerjanto menyoroti minimnya kepastian keselamatan pada jalur perlintasan sebidang liar. Pasalnya, selama ini perlintasan liar bekerja dengan mengesampingkan prosedur keamanan.
"Masyarakat ini kan perlu diatur. Yang atur ya kan regulator. Kalau asal dibikin perlintasan di mana-mana kan yang jaga siapa, yang rawat siapa, cara mereka bekerja juga kurang aman kan. Kan ini bisa mencelakakan orang lain kalau asal buat aja," papar Soerjanto saat dihubungi detikcom.
Soerjanto juga menyatakan seharusnya ada penegakan hukum yang tegas pada perlintasan sebidang yang liar dan masih beroperasi. Bahkan, kalau perlu pihak kepolisian juga ikut serta dan tegas melakukan penindakan.
"Kalau nggak jelas yang bertanggung jawabnya ya harusnya ditutup. Kalau asal buka ya harusnya ada enforcement, kalau perlu kepolisian ikut proses. Ingat, ini bisa mencelakakan orang lain," sebut Soerjanto.
PT KAI sendiri mencatat sejauh ini ada 455 perlintasan sebidang yang tersebar di Daop 1, mulai dari kawasan Merak, Jakarta Raya, hingga Cikampek. Bila dirinci, perlintasan liar ada 196 jumlahnya dari total perlintasan yang ada.
Malah masih ada 77 perlintasan sebidang yang sama sekali tak dijaga. Sementara itu perlintasan sebidang resmi yang mendapatkan penjagaan ada 182 lokasi, 122 perlintasan di antaranya dijaga langsung oleh KAI.
Kembali ke Eva Chairunisa, dia mengatakan pihaknya terus melakukan penertiban pada perlintasan sebidang yang liar. Sejak awal tahun sudah ada 21 titik perlintasan liar yang ditutup oleh pihaknya.
"Adapun dari upaya penutupan perlintasan liar yang dilakukan oleh Daop 1 Jakarta sejak Januari 2022 sampai sekarang sebanyak 21 titik perlintasan liar sudah dilakukan penutupan," papar Eva.
(hal/zlf)