Tak mudah menjalani profesi penjaga palang pintu perlintasan sebidang kereta api. Penjaga palang pintu harus telaten dan sigap untuk membuka tutup jalur perlintasan untuk akses masyarakat.
Apalagi, penjaga palang pintu di perlintasan sebidang tidak resmi alias perlintasan liar. Mereka harus dengan sangat awas melihat datangnya kereta api dari jauh dan melakukan penutupan palang pintu.
Cara kerja penjaga palang pintu di perlintasan sebidang ini dapat dibilang cukup sederhana. Seperti yang dilakukan Rusfendi misalnya, penjaga palang pintu di perlintasan sebidang Gang Kembang, Citayam, Jawa Barat ini cuma bermodalkan 'mata telanjang' saja dalam mengawasi kereta yang lewat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bila dia sudah melihat kedatangan kereta dari 2-3 km sebelumnya, dengan sigap dia akan menarik tambang palang pintu dan menutup perlintasan. Saat kereta sudah berlalu, baru lah dia membuka palang pintunya.
Sebagai penjaga palang pintu selama 20 tahun, Rusfendi mengaku terkadang sudah tahu sendiri pola kereta lewat. Entah bagaimana caranya, dia mengaku bisa merasakan kapan kereta akan lewat.
"Ya ngeliat aja kita mata telanjang, kalau malam sih enak ada lampu. Sama saya kan jaga udah lama, udah tahu aja tanda-tandanya kalau ada kereta lewat, bisa diciriin aja gitu," kata Rusfendi saat ditemui detikcom di lokasi jaga perlintasan sebidang Gang Kembang, Rabu (29/6/2022).
Nah, baru-baru ini Rusfendi juga bekerja sama dengan penjaga palang pintu Gang SMP Ratu Jaya untuk saling memberikan tanda kereta lewat. Jarak perlintasan sebidang yang dia jaga dengan perlintasan Gang SMP kira-kira sekitar 1 km. Dua pos penjaga palang pintu itu saling berkabar dan memberikan tanda bila ada kereta lewat.
Mereka baru saja mendapatkan hibah handy talky (HT) dari warga setempat. Alat ini jadi salah satu cara untuk mengetahui bila ada kereta lewat. Misalnya, saat ada kereta dari arah Depok, pos yang dijaga Rusfendi bakal memberikan info ke pos palang pintu Gang SMP dengan HT. Begitu juga sebaliknya bila ada kereta masuk dari arah Bogor.
"Kasih-kasih tanda aja kita pakai HT, kebetulan boleh dikasih sama sekolahan yang di Gang SMP itu. Jadi kalau di sini mau nutup berkabar aja. 'Depok masuk,' entar dia kabarin juga 'Bogor masuk', gitu dah," jelas Rusfendi.
Modal Mata Telanjang dan HT
Cara kerja seperti ini juga dibenarkan oleh Femri, salah satu penjaga palang pintu di perlintasan Gang SMP. Selama ini metode jaga yang digunakan Femri pun sama, bermodal mata telanjang dan menunggu 'kabar' via HT.
Dia mengaku beruntung saat ini sudah 'dimodalin' HT dari masyarakat sekitar, dulu dia benar-benar harus bekerja menggunakan panca indera dan fisiknya untuk memantau kereta yang melaju. Paling susah, kata Femri, bila hari sedang hujan, pasalnya jarak pandang pihaknya untuk memantau kereta jadi terhalang kabut.
"Kalau nggak ada HT kan harus mantau kita, itu kalau hujan suka rada nggak kelihatan. Cuma ya bisa ciriin kalau ada kereta," ungkap Femri ketika berbincang bersama detikcom di posnya.
Ada palang pintu KA dijaga manual. Cek di halaman berikutnya.
Palang Pintu Manual
Bukan cuma dalam rangka pemantauan datangnya kereta saja, semua dilakukan manual di palang pintu perlintasan sebidang tak resmi seperti yang dijaga Femri dan Rusfendi. Termasuk dalam membuka tutup palang pintu.
Di tempat Femri ada dua palang pintu sederhana yang terbuat dari bambu di kedua sisi jalan. Femri harus menarik tambang yang terhubung pada palang pintu di seberang jalan. Tambang itu terhubung di bagian bawah rel. Bila kereta mau lewat dia akan menarik tambang untuk menutup palang pintu di seberangnya.
Nah palang pintu di sebelah posnya bisa ditutup lebih mudah, cuma dengan menariknya dengan tambang seperti portal penutup yang sering muncul di kompleks perumahan.
Namun, palang pintu rada berbeda terlihat di perlintasan sebidang yang dijaga Rusfendi. Cuma ada satu portal palang pintu yang dipasang dengan bambu di seberang pos jaga yang ditempati Rusfendi. Di sisi jalan dekat dengan pos Rusfendi ditutup dengan tali tambang.
Meski begitu, bentuk palang pintunya lebih ringkas yang ada di tempat Rusfendi. Sekali tarik dua jalan akses yang terhubung ke perlintasan kereta bisa ditutup sementara saat kereta lewat.
Keduanya mengaku, fasilitas palang pintu yang ada dibuat dengan dana swadaya masyarakat sejak pertama kali perlintasan sebidang itu dibuat. Nah yang berurusan merawat alat yang ada adalah Femri, Rusfendi, dan kawan-kawannya sebagai penjaga palang pintu.
"Karena kita yang jaga kita yang urus, ini kemarin tambang baru ganti. Putus. Patungan kita juga duitnya buat gantiin, kita-kita juga yang masang," tutur Femri.
Perlintasan yang dijaga Femri, Rusfendi, dan kawan-kawannya juga berbeda dengan perlintasan sebidang yang resmi. Di tempat mereka tak ada satupun early warning system (EWS) alias peringatan dini tanda ada kereta, baik alarm, maupun lampu-lampu. Yang ada cuma palang pintu yang dibuka tutup secara manual.
Karena tak ada peringatan dini, akhirnya penjaga palang pintu sendiri yang harus menjadi 'alarm'. Baik Femri dan Rusfendi, keduanya juga harus sedikit galak saat menjaga palang pintu. Tak jarang keduanya menemukan ada masyarakat yang tidak sabaran mau menerobos palang pintu yang sudah ditutup. Peran orang-orang macam Femri dan Rusfendi ini jadi penting.
"Ya kita kan nggak ada alarm, jadi ya kita yang kudu galak. Kita yang kudu bawel. Kalau yang ngeyel-ngeyel mau nerobos padahal udah kita tutup, itu kita omelin sering. Malah kadang capek juga saya ngehadepin yang begitu," cerita Rusfendi.
(hal/ara)