Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang perjanjian Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA). RUU ini diperlukan untuk mempermudah ekspor produk Indonesia ke pasar internasional.
Selain itu, DPR juga menyetujui pembahasan RUU tentang Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Comprehensive Economic Partnership/RCEP). Kedua persetujuan ini disampaikan oleh Pimpinan Rapat Kerja sekaligus Wakil Ketua Komisi VI, Mohamad Haekal hari ini.
"Setelah mendengar pandangan umum fraksi-fraksi, bahwa fraksi-fraksi di Komisi VI menyetujui untuk membahas RUU tentang pengesahan persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional dan perjanjian kemitraan antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah Korea Selatan," katanya dalam raker dengan Menteri Perdagangan, Selasa (5/7/2022).
Rapat kerja ini dihadiri oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mewakili pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi). Zulhas didampingi oleh jajaran pejabat dari Kementerian Perdagangan.
Persetujuan itu diketuk setelah sejumlah anggota dari perwakilan masing-masing fraksi menyampaikan pandangan umumnya. Adapun fraksi yang menyampaikan pandangannya dari PDI, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP.
Dalam kesempatan itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas mengatakan telah mencatat masukan dan pandangan dari Komisi VI. Ia meyakini jika dua perjanjian tersebut disahkan maka akan meningkatkan ekonomi nasional, termasuk peningkatan daya saing di pasar internasional hingga membuka lapangan kerja.
"Meningkatkan kapasitas teknologi nasional, memperdalam kerja sama antar para pihak yang bergabung," ungkapnya.
Zulhas juga meyakini bahwa dua perjanjian ini akan meningkatkan ekspor produk Indonesia terutama produksi dari UMKM. Hal ini untuk menyeimbangkan adanya produk luar negeri yang ada di Indonesia, maka produk dalam negeri juga mesti terbang ke pasar internasional.
"Saya meyakini, seyakin-yakinnya perjanjian akan menguntungkan kita. Karena akan sangat membantu mempermudah ekspor barang-barang kita ke negara membuat perjanjian ini. Sementara di tempat kita produk mereka sudah lama di Indonesia. Produk mereka mudah masuk ke tempat kita tetapi sebaliknya produk-produk kita susah tembus ke pasar mereka," jelasnya.
"Oleh karena itu perjanjian ratifikasi lebih cepat ditandatangani akan sangat menguntungkan bagi kita. Saya seyakin-yakinnya untuk kebaikan kita," lanjut Zulhas.
Berdasarkan keterangan Zulhas, persetujuan atas dua perjanjian ini telah diinisiasi sejak 2011. Kemudian dirundingkan pada 2013, dan ditandatangani 15 November 2020 oleh 10 negara anggota di ASEAN. Persetujuan juga dilakukan oleh lima negara mitra eksternal, Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia dan Selandia Baru.
Proses ratifikasi sendiri di Indonesia, dijelaskan Zulhas telah melalui dua rapat kerja dengan Komisi VI, pada 25 Agustus 2021 dan 13 Desember 2021. Kemudian dilanjutkan adanya kegiatan forum diskusi dengan Komisi VI pada 19 Oktober 2021 dan 2 Juni 2022.
Berlanjut ke perkembangan ratifikasi dan implementasi persetujuan perjanjian dua kerja sama perdagangan itu berlaku efektif pada 1 Januari 2022 oleh 10 negara anggota. Terbaru baru Korea Selatan telah menyetujui ratifikasi perjanjian itu 1 Februari pada 2022.
Diikuti dengan Malaysia yang telah menyetujui ratifikasi pada 1 Januari 2022. Ratifikasi selanjutnya tinggal menunggu dari Indonesia dan Filipina. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia meminta DPR agar segera menyelesaikan proses pengesahan ini.
Simak Video "Cerita Zulhas Rapat Perdana Jadi Mendag Dalam Keadaan Mencekam"
[Gambas:Video 20detik]
(zlf/zlf)