Menangkal Krisis, Memulihkan Ekonomi

Kolom

Menangkal Krisis, Memulihkan Ekonomi

Piter Abdullah Redjalam - detikFinance
Selasa, 05 Jul 2022 17:22 WIB
Pedasnya Harga Cabai
Foto: Pedasnya Harga Cabai (Shafira Cendra Arini/detik.com)
Jakarta -

Belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi, perekonomian di banyak negara kembali diguncang turbulensi. World bank (Bank Dunia) dalam laporannya memproyeksikan banyak negara terancam mengalami stagflasi, yaitu sebuah kondisi anomali di mana terjadi inflasi yang tinggi di saat perekonomian justru mengalami pertumbuhan yang rendah atau bahkan resesi.

Analisis Bank Dunia didasarkan pada perkembangan inflasi yang melonjak tinggi di berbagai negara. Tingkat inflasi di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jerman bahkan sudah mencapai level tertinggi selama 30 tahun terakhir. Ada juga negara yang sudah mengalami hiper inflasi, yaitu Turki yang tingkat inflasinya sudah lebih dari 80%.

Lonjakan inflasi ini utamanya disebabkan oleh terganggunya rantai pasok global yang kemudian mendorong kenaikan harga energi dan barang pangan. Tingginya inflasi kemudian mengundang respons kebijakan moneter yang ketat yang berdampak negatif, memangkas daya beli masyarakat dan menahan pertumbuhan ekonomi.

Sejalan dengan analisis dan pandangan Bank Dunia tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan ada puluhan negara yang saat ini terancam mengalami krisis. Jokowi kemudian menegaskan di tengah gejolak global tersebut Indonesia harus terus waspada.

Perekonomian nasional yang masih dalam proses pemulihan belum sepenuhnya aman. Indonesia tidak imun terhadap gejolak global. Terganggunya rantai pasok pangan global dan juga komoditas energi berpotensi menghambat pulihnya ekonomi, atau bahkan menyeret Indonesia kembali mengalami resesi.

OPTIMISME PULIHNYA EKONOMI

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pernyataan Jokowi tentang banyaknya negara-negara di dunia yang terancam krisis adalah peringatan agar pemerintah dan otoritas tidak lengah. Pernyataan itu bukan cerminan kekhawatiran atau sikap pesimis atas kondisi perekonomian Indonesia.

Di tengah gejolak perekonomian global yang mengancam tidak hanya negara-negara berkembang tetapi juga negara-negara maju, perekonomian Indonesia justru menunjukkan geliat menuju pemulihan. Berbagai indikator mengindikasikan perekonomian mengalami perbaikan.

Mobilitas masyarakat yang semakin normal di tengah meredanya pandemi mendorong indeks keyakinan konsumen yang terus meningkat di zona optimis (di atas 100).

Optimisme konsumen diimbangi pula oleh optimisme produsen, di mana angka Index PMI bertahan di zona ekspansi (di atas 50). Keyakinan konsumen dan produsen selanjutnya dikonfirmasi oleh angka indeks penjualan riil yang terus meningkat. Pada bulan Mei indeks penjualan riil meningkat 0.5% (mtm) atau 5.04% (yoy).

Kenaikan indeks penjualan riil menyiratkan pertumbuhan tingkat konsumsi masyarakat yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan asumsi tidak terjadi lonjakan kasus pandemi yang memaksa pemerintah membatasi kembali mobilitas masyarakat, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di kisaran 4,5 sampai dengan 5.5%.

ADVERTISEMENT

Lanjut ke halaman berikutnya



MENANGKAL KRISIS

Optimisme bahwa perekonomian Indonesia tetap akan tumbuh positif di atas bukanlah tanpa argumentasi yang kuat. Indonesia punya beberapa faktor yang bisa menjadi modal menangkal krisis sekaligus menjaga momentum pemulihan ekonomi.

Modal pertama adalah struktur ekonomi yang bersandar pada konsumsi domestik. Kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi nasional hampir mencapai 60%.

Sementara konsumsi seperti diuraikan di atas diproyeksikan akan terus tumbuh mendekati tingkat pertumbuhan normal yaitu sekitar 5%. Artinya, jika pertumbuhan konsumsi sudah kembali di level normal, 5%, tidak akan sulit untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5%.

Cukup dengan dorongan sedikit investasi dan ekspor maka pertumbuhan ekonomi akan berada di kisaran 5%.

Modal kedua, kenaikan harga berbagai komoditas global, mulai dari batu bara, nickel, hingga CPO, mendorong peningkatan ekspor Indonesia. Sejak akhir tahun 2020, di tengah kenaikan harga komoditas, ekspor Indonesia terus tumbuh tinggi dan menyebabkan surplus neraca perdagangan yang besar. Surplus neraca perdagangan membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia walaupun kontribusi nya terbatas.

Modal ketiga, stabilitas sistem keuangan Indonesia relatif sangat terjaga. Meskipun diterpa badai pandemi selama dua tahun terakhir, sistem keuangan Indonesia cukup stabil dan bisa diandalkan mendukung proses pemulihan ekonomi nasional.

Stabilnya sistem keuangan Indonesia dicerminkan oleh beberapa indikator yaitu kualitas kredit atau pembiayaan (NPL dan NPF), permodalan, dan likuiditas. Kualitas kredit perbankan atau pembiayaan di lembaga pembiayaan meskipun sempat sedikit meningkat diawal masa pandemi, cukup terjaga di level yang relatif aman.

NPL dan NPF tidak pernah melewati batas psikologis 5%. Per Mei 2022 NPL (gross) perbankan berada di level 3,04%. Sementara NPF lembaga pembiayaan di level 2,8%.

Dari sisi permodalan, lembaga keuangan perbankan, lembaga pembiayaan dan asuransi masih memiliki kecukupan modal. CAR perbankan pada Mei 2022 terjaga di kisaran 24,74%. Jauh di atas batasan yang disyaratkan secara internasional yaitu sebesar 8%. Sementara gearing ratio industri pembiayaan sebesar 1,97x, jauh di bawah treshold (10x).

Demikian juga dengan permodalan lembaga asuransi. RBC industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencapai 489,15 % dan 322,36%, aman di atas treshold masing-masing industri (120%)

Sistem keuangan Indonesia juga aman dari sisi likuiditas. Rasio alat likuid perbankan terhadap non core deposit per Mei 2022 adalah sebesar 137,4% (treshold 50%). Sementara rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga adalah sebesar 30,80% (treshold 10%).

Relatif stabilnya sistem keuangan Indonesia di tengah pandemi dan gejolak global tidak lepas dari kebijakan yang diambil oleh OJK sejak dini mengantisipasi semua risiko yang bisa terjadi.

Berbagai kebijakan yang diambil oleh OJK selama masa pandemi, mulai dari pelonggaran restrukturisasi kredit, stabilisasi pasar modal, hingga kebijakan mendorong demand (misal, pelonggaran ATMR) sangat efektif menjaga stabilitas sistem keuangan.

Tidak terbayangkan bagaimana gejolak yang akan terjadi di perbankan apabila OJK tidak sejak dini memberikan kelonggaran kepada bank untuk melakukan restrukturisasi kredit.

Lanjut ke halaman berikutnya

Meskipun perekonomian global terancam mengalami stagflasi, perekonomian Indonesia berpeluang untuk tetap meneruskan proses pemulihan ekonomi. Dengan syarat pandemi COVID-19 terus mereda. Tidak terjadi gelombang ke-empat yang memaksa pemerintah mengetatkan kembali PPKM.

Selain pandemi, ada faktor risiko lainnya yang juga harus diwaspadai oleh Pemerintah. Yang pertama adalah inflasi. Saat ini inflasi di Indonesia relatif masih terjaga rendah, di kisaran 3-4%.

Pemerintah harus memastikan inflasi tidak akan melonjak tinggi dan liar tidak terkendali. Untuk itu pemerintah diharapkan tidak menaikkan harga barang-subsidi yaitu BBM, gas dan listrik. Apabila inflasi tidak terjaga, melonjak tinggi dan liar hingga di atas 8%, akan bisa mengganggu proses pulihnya ekonomi.

Faktor risiko kedua adalah, keluarnya modal asing dan pelemahan rupiah. Di tengah gejolak ekonomi global, bank sentral dunia khususnya the fed menaikkan suku bunga acuan dan mengetatkan likuiditas. Kenaikan suku bunga acuan dan ketatnya likuiditas global berpotensi menarik keluar modal asing di Indonesia, menimbulkan tekanan di pasar keuangan dan menyebabkan pelemahan rupiah.

Rupiah saat ini sudah melemah mendekati level psikologis Rp 15.000. Jangan sampai rupiah melemah terlalu jauh dan memunculkan kepanikan pasar. Ketika itu terjadi stabilisasi pasar keuangan akan sulit dilakukan dan membutuhkan biaya besar.

Otoritas bank sentral yaitu Bank Indonesia harus berhitung cermat, jangan sampai behind the curve; sudah kejadian baru berupaya menanggulangi.


Ekonom CORE Indonesia
Dosen Perbanas Institut
Piter Abdullah Redjalam



Simak Video "Di Depan Para Bupati, Jokowi Bandingkan Inflasi RI dengan Argentina-Turki"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads