Selain pandemi, ada faktor risiko lainnya yang juga harus diwaspadai oleh Pemerintah. Yang pertama adalah inflasi. Saat ini inflasi di Indonesia relatif masih terjaga rendah, di kisaran 3-4%.
Pemerintah harus memastikan inflasi tidak akan melonjak tinggi dan liar tidak terkendali. Untuk itu pemerintah diharapkan tidak menaikkan harga barang-subsidi yaitu BBM, gas dan listrik. Apabila inflasi tidak terjaga, melonjak tinggi dan liar hingga di atas 8%, akan bisa mengganggu proses pulihnya ekonomi.
Faktor risiko kedua adalah, keluarnya modal asing dan pelemahan rupiah. Di tengah gejolak ekonomi global, bank sentral dunia khususnya the fed menaikkan suku bunga acuan dan mengetatkan likuiditas. Kenaikan suku bunga acuan dan ketatnya likuiditas global berpotensi menarik keluar modal asing di Indonesia, menimbulkan tekanan di pasar keuangan dan menyebabkan pelemahan rupiah.
Rupiah saat ini sudah melemah mendekati level psikologis Rp 15.000. Jangan sampai rupiah melemah terlalu jauh dan memunculkan kepanikan pasar. Ketika itu terjadi stabilisasi pasar keuangan akan sulit dilakukan dan membutuhkan biaya besar.
Otoritas bank sentral yaitu Bank Indonesia harus berhitung cermat, jangan sampai behind the curve; sudah kejadian baru berupaya menanggulangi.
Ekonom CORE Indonesia
Dosen Perbanas Institut
Piter Abdullah Redjalam
Simak Video "Di Depan Para Bupati, Jokowi Bandingkan Inflasi RI dengan Argentina-Turki"
[Gambas:Video 20detik]
(ang/ang)