Komisi Pengawas Persaingan usaha (KPPU) juga menduga ada unsur persaingan usaha di balik wacana pelabelan BPA ini. Komisioner KPPU, Chandra Setiawan melihat polemik kontaminasi BPA yang berujung pada upaya pelabelan produk air galon guna ulang ini berpotensi mengandung diskriminasi yang dilarang dalam hukum persaingan usaha.
"Sebabnya 99,9 persen industri ini menggunakan galon tersebut, dan hanya satu yang menggunakan galon sekali pakai," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) adalah salah satu asosiasi dunia usaha yang menolak keras wacana pelabelan BPA ini. Mereka menilai, rencana pelabelan risiko BPA pada air minum kemasan akan berdampak pada matinya industri AMDK.
"Galon isi ulang sudah digunakan hampir 40 tahun, tidak saja oleh rumah tangga di perkotaan tetapi juga di sub-urban, termasuk di institusi pemerintah, rumah sakit, kantor dan lainnya," ujar Ketua Umum Aspadin, Rachmat Hidayat.
Asosiasi di Bidang Pengawasan dan Perlindungan terhadap Para Pengusaha Depot Air Minum (Asdamindo) bahkan dengan tegas menolak wacana pelabelan BPA ini. Ketua Asdamindo, Erik Garnadi, mengatakan galon guna ulang ini sudah digunakan sejak puluhan tahun lalu dan belum ada laporan itu berbahaya. BPOM juga sudah melakukan uji klinis terhadap galon itu dan dinyatakan lulus uji dan aman dikonsumsi baik bayi dan ibu hamil.
"Tapi kenapa sekarang ini tiba-tiba galon berbahan BPA ini kok dipermasalahkan dan malah ada wacana pelabelan BPA? Ini seperti ada persaingan bisnis di dalamnya. Kalau dilihat dari kacamata saya," tukasnya.
Erik menegaskan wacana pelabelan BPA terhadap kemasan galon guna ulang ini jelas-jelas sangat merugikan para pengusaha depot air minum isi ulang. Para pengusaha depot akan banyak yang tutup usahanya. Sementara, pemerintah menggembor-gemborkan pengentasan kemiskinan, apalagi di tengah pandemi COVID-19 saat ini. "Jadi, saya berharap permasalahan-permasalahan ini segera diselesaikan secara tuntas. Yang jelas, Asdamindo sangat tidak setuju dengan aturan tersebut," ucapnya.
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) ikut mencemaskan dampak rencana pelabelan wajib BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat terhadap eksistensi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pasalnya, dampaknya itu pasti akan merembet pada pebisnis kelas kecil yang kini banyak terjun ke industri pengisian air minum.
Sekjen Ikappi, Reynaldi Sarijowan, mengatakan pada tahap awal, pelabelan BPA itu memang akan berdampak langsung terhadap bisnis industri besar, mengingat galon yang digunakan dalam pengisian ulang diproduksi oleh korporasi kelas atas.
"Namun, dalam jangka panjang kebijakan ini pasti berpotensi mereduksi skala bisnis UMKM. Apalagi, saat ini banyak masyarakat telah membuka usaha pengisian air minum dengan kemasan galon," tuturnya.
(dna/dna)