Indonesia Jangan Begini Biar Nggak Bangkrut Seperti Sri Lanka

Indonesia Jangan Begini Biar Nggak Bangkrut Seperti Sri Lanka

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Senin, 11 Jul 2022 11:39 WIB
Rumah Perdana Menteri dan Presiden Sri Lanka digeruduk massa. Di sana mereka melakukan berbagai hal, mulai dari berenang, ngegym hingga masak di halaman rumah.
Foto: REUTERS/DINUKA LIYANAWATTE
Jakarta -

Sejumlah pelajaran penting bisa diambil oleh Indonesia dari situasi di Sri Lanka. Sri Lanka saat ini tengah menghadapi krisis ekonomi yang memicu gelombang aksi protes.

Bahkan, Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa akan mengundurkan diri dari jabatannya pada 13 Juli mendatang.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menjelaskan, akar masalah Sri Lanka ialah karena negara tersebut sangat mengandalkan ekonomi dalam negeri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau ekonomi domestik itu pemenuhan kebutuhan katakan dalam negeri diproduksi sendiri, tanpa mengembangkan diversifikasi ekspornya. Jadi harusnya balance," katanya kepada detikcom, Senin (11/7/2022).

Dia mengatakan, Sri Lanka sangat mengandalkan sektor pariwisata sebagai sumber pemasukan. Sehingga, ketika pandemi melanda, ekonomi Sri Lanka terpukul.

ADVERTISEMENT

"Jadi ketika pada saat pandemi 2020-2021 anjlok, devisa nggak masuk, uang nggak masuk, sehingga devisanya abis," jelasnya.

Masalah selanjutnya ialah utang yang besar. Di sisi lain, penerimaan sulit digenjot apalagi di tengah pandemi.

"Ada sumber bayar utang, dari pajak, pajak sangat sulit di tengah pandemi, orang susah di sana, kemiskinan tinggi," ujarnya.

Sementara, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah menjelaskan, ekonomi Sri Lanka tidak didukung kekayaan alam dan sumber daya manusia yang kuat. Selain itu, pemerintah juga tidak memiliki perencanaan ekonomi yang kuat.

"Sri Lanka miskin, dan karena miskin tidak memiliki sumber daya alam. Mereka miskin juga sumber daya manusia dengan pemerintahan yang tidak cukup kuat juga di dalam perencanaan perekonomian mereka," terangnya.

Sri Lanka, lanjutnya, tidak bisa mengelola ekonomi karena menerapkan kebijakan defisit yang besar. Sebab, pengeluarannya lebih tinggi daripada pada pemasukan. Hal itu berdampak pada kemampuan membayar utangnya, serta hilangnya kepercayaan dari pemberi utang.

"Sri Lanka tidak bisa mengelola itu, mereka terus melakukan defisit besar tapi pada waktunya mereka kehilangan kepercayaan sehingga tak bisa utang lagi, mereka gagal bayar utang, mereka bangkrut," ujarnya.

"Mereka membangun tapi tidak ada perencanaan yang bagus. Bangun pelabuhan tapi nggak jelas untuk apa pelabuhannya," tambahnya.




(acd/zlf)