Pemerintah Punya 24.000 Aplikasi, Pengamat: Mubazir

Pemerintah Punya 24.000 Aplikasi, Pengamat: Mubazir

Ilyas Fadilah - detikFinance
Rabu, 13 Jul 2022 17:31 WIB
PT BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS) meluncurkan new online trading system dengan nama BRIGHTS. Dengan peluncuran aplikasi baru ini, BRIDS memperkirakan jumlah downloader bisa mencapai lebih dari 100.000 downloader dan mengharapkan pertumbuhan investor sebesar 35% dari pada akhir 2022
Ilustrasi Aplikasi Online
Jakarta -

Pemerintah memiliki 24.000 aplikasi di level kementerian dan lembaga.

Menurut pengamat, banyaknya aplikasi berpotensi mubazir karena membutuhkan pembiayaan yang besar.

"Dan saya lihat pasti mubazir. Setiap melahirkan satu apps kan perlu biaya dan sebagainya. Ini yang perlu dilihat sebagai hal yang perlu diperbaiki," ujar pakar digital Anthony Leong kepada detikcom, Rabu (13/7/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anthony mengatakan, selain menciptakan aplikasi, pemerintah perlu memikirkan aspek sustainabilitas alisa keberlanjutan penggunaan aplikasi itu sendiri. Aplikasi pemerintah harus bersifat long term dan menjadi ekosistem matang yang bermanfaat bagi masyarakat.

Ia menyebut pemerintah pusat harus melakukan langkah yang efektif. Misalnya, menciptakan suatu roadmap, atau melahirkan super apps untuk sinergi dan kolaborasi yang lebih baik.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad sependapat dengan ucapan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyebut banyaknya aplikasi membuat anggaran jadi boros dan tidak efektif.

"Saya kira ada benarnya Sri Mulyani. Harusnya aplikasi bisa diintegrasikan lah," ujarnya melalui sambungan seluler.

Menurut Tauhid, saat ini aplikasi cenderung bersifat lokal. Hal inilah yang membuat masing-masing daerah punya aplikasi yang berbeda.

Tauhid mendukung adanya integrasi yang menyediakan layanan satu pintu. Namun, hal tersebut disebutnya memiliki tantangan berat, seperti masalah kejahatan cyber, masalah keamanan, dan lain-lain.

"Pasti ketika dijadikan satu punya risiko, namanya dunia digital. Apalagi kejahatan cyber yang jadi problem utama," sambungnya.

Oleh karena itu, bila pemerintah ingin melakukan integrasi, hal pertama yang harus dipastikan adalah kemampuan menahan serangan kejahatan cyber. Contohnya, kejahatan pencurian data, perlindungan data, dan lain-lain.

(dna/dna)

Hide Ads