Jakarta -
Perekonomian global terancam jatuh ke dalam jurang yang lebih dalam. Bahkan dari informasi terbaru, inflasi Amerika Serikat (AS) melonjak ke angka 9,1% dan yang tertinggi sejak 40 tahun.
Hal ini disampaikan oleh Dana Moneter Internasional (International Monetary FUnd/IMF) saat menuju pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral anggota G20 di Bali.
Managing Director IMF, Kristalina Georgieva mengatakan pertumbuhan perekonomian global tahun ini diperkirakan hanya 3,6%. Angka itu dinilai kecil dan penyebabnya karena berbagai faktor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun faktor yang membuat IMF menurunkan prediksinya di antaranya perang antara Rusia dan Ukraina, inflasi berbagai negara yang memuncak, dan pandemi COVID-19 yang belum juga selesai juga menjadi penyebabnya.
"Ini membuat krisis biaya hidup lebih buruk bagi jutaan orang. Dan yang paling miskin adalah yang paling menderita," dikutip dari BBC, Kamis (14/7/20222).
Lantas bagaimana sebaiknya masyarakat menyikapinya?
Perencana keuangan Advisor Alliance Group Indonesia, Andy Nugroho mengatakan dalam menghadapi kondisi, masyarakat perlu mulai kembali 'mengencangkan ikat pinggang'. Kondisi ini, kata Andy, bisa dibilang tidak jauh berbeda dengan pada awal kondisi pandemi COVID-19.
"Ini kan kayak awal-awal pandemi. Kita mulai siap-siap dalam tanda kutip mengencangkan ikat pinggang. Kurangi perbelanjaan dan barang-barang yang tidak terlalu dibutuhkan," ujar Andy kepada detikcom, Kamis (14/07/2022).
Menurutunya, saat ini yang terpenting ialah mempersiapkan diri dalam menghadapi kondisi perekonomian negeri ke depannya yang belum bisa diprediksi secara pasti.
Di sisi lain, Andy juga mengingatkan kepada masyarakat yang saat ini sedang berinvestasi ke instrumen resiko tinggi untuk lebih berhati-hati. Jangan sampai investasi ini justru nantinya malah merugikan.
"Contohnya saham. Kalau memang pergerakannya turun, ya siap-siap switching ke instrumen yang lebih rendah. Antisipasi agar nantinya nggak kebanyakan ruginya," ujarnya.
Lanjut ke halaman berikutnya.
Kondisi ini juga merupakan tanda lampu kuning bagi para pebisnis. Menurut kacamata Andy, para pebisnis perlu memperhatikan ulang perencanaan yang telah disusun sebelumnya, disesuaikan kembali dengan kondisi saat ini.
"Misal kemarin sudah berencana ekspansi, injeksi modal, dan lain-lain. Coba dipertimbangkan lagi. Jangan sampe udah cari pinjaman dan Nggak bisa balikin. Apalagi ini BI udah mulai naikkin suku bunga. Udah dapet pinjaman takutnya malah nggak bisa balikin," tambahnya.
Meski demikian, Andy mengatakan masyarakat juga perlu bersyukur karena Indonesia masih dapat menghadapi kondisi perekonomian global ini dengan baik, bahkan pertumbuhannya masih positif. Tapi tetap, ia mengingatkan, kita harus tetap waspada.
Sementara itu, Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal juga turut memberikan tanggapan. Ia mengatakan, salah satu hal terpenting yang perlu masyarakat lakukan adalah tetap bersikap tenang.
"Masyarakat jangan panik. Kalau makin panik akan mempercepat ke arah yang lebih buruk. Seperti kondisi waktu 98. Salah satu yang mempercepat itu masyarakat yang panik, menyetok barang-barang, dan lain sebagainya," ujar Faisal.
Meski kondisi ini nantinya akan berdampak finansial flownya, Faisal mengatakan kondisi Indonesia saat ini dapat dikatakan masih aman terkendali. Secara indikator makro, Indonesia masih jauh dari kekhawatiran terkena krisis besar.
"Memang tekanannya makin besar. Di Juli akan ada kemungkinan meningkat lagi. untuk kekhawatiran, dari indikator makro kita masih jauh. Walaupun meningkat, ini tidak akan sampe seperti Sri Lanka. Kita di 4%, memang lebih tinggi dari pandemi tapi masih di level moderat. Meski ada perlambatan, pertumbuhan perekonomian RI masih positif," ujar Faisal.
Di sisi lain, Fasial mengatakan antisipasi dari krisis ini sudah mulai dilakukan oleh pemerintah, salah satunya yaitu dengan mengatur subsidi BBM kemarin agar lebih tepat sasaran. Sehingga, harapannya masyarakat yang menengah ke bawah tidak perlu khawatir dengan ketersediaan kebutuhan pokok.
"Untuk pemerintah sendiri, bauran kebijakannya harus lebih tertata. Jangan counter produktif dalam pertumbuhan ekonomi dalam negeri," tutup Faisal.
Simak Video "Video Megawati Bantah Pernah Jual Pulau: Saya Membetulkan Ekonomi"
[Gambas:Video 20detik]