3 Fakta Soal Gaya Hidup Mentereng Karyawan Startup

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Jumat, 15 Jul 2022 07:00 WIB
Ilustrasi kantor/Foto: istimewa
Jakarta -

Ketika mendengar istilah startup, sebagian dari kita mungkin akan memikirkan berbagai fleksibilitas dan gaya hidup keren ala ibu kota yang terlihat di media sosial. Kantor yang berlokasi di kawasan-kawasan bisnis elit, hingga nongkrong setiap hari di coffee shop berlogo putri duyung, seakan melekat dalam keseharian para pekerja startup yang dikenal dengan istilah 'Startup Life'.

Sayangnya, kehidupan di industri tersebut tak seindah itu. Yang perlu diingat adalah, kebutuhan setiap orang sangat bervariatif kembali pada tiap-tiap individu. Sehingga, akan sulit bagi kita dalam menilai apakah gaji tersebut terbilang berlebih, pas-pasan, atau justru kurang. Pun tidak semua startup memiliki sistem dan budaya kerja yang sama.

detikcom mencoba berbincang dengan 4 (empat) orang pegawai dari startup yang berbeda-beda di kawasan ibu kota. Orang-orang ini menceritakan kisah yang beragam menyangkut perusahaan dan lingkungan kerja mereka. Lantas, bagaimana sebetulnya kehidupan para pegawai startup itu? Dan apakah mitos 'Startup Life' yang beredar di tengah masyarakat itu benar?

1. Gaya Hidup Tak Melulu Seindah di Media Sosial

Menanggapi stigma menyangkut 'Startup Life' tersebut, pegawai dari salah satu startup e-commerce yang tidak mau disebutkan identitasnya mengakui bahwa lifestyle di lingkungan kerjanya termasuk ke dalam golongan menengah ke atas.

"Harus gue akuin lifestyle di lingkungan kerja gue memang rada-rada menengah ke atas, untuk kaya spend money on themselves. Menurut gue, itu bawaannya bukan karena startup, tapi memang mereka dari dulu kayak gitu. Ibaratnya mereka udah punya lifestyle itu," ujar dia kepada detikcom, Kamis (14/07/2022).

Sementara itu, Farah, pegawai salah satu startup e-commerce juga mengkonfirmasi kebenaran menyangkut stigma 'Startup Life' benar adanya. Meski demikian, tidak bisa disebut 100% benar juga.

"Untuk hedon, bisa dibilang bener, di mana kita dibebasin work from anywhere. Ada yang di Bali, ada yang di cafe. Tapi untuk kerja bebas, itu salah banget, karena kita bisa overtime. Idealnya PNS itu cuma sampe jam 4. Kita itu paling pagi di perusahaan aku itu jam 6 dan paling normal itu beres jam 8 malem," tuturnya.

Di sisi lain, ia mengatakan tidak terlalu mengikuti gaya hidup tersebut. Bahkan, gaji yang ia dapatkan dirasa cukup bahkan lebih. Dengan kemudahannya yang bisa work from anywhere (WFA), dia mampu menghemat lebih banyak uangnya.

Bakti, seorang pegawai di salah satu startup financial technology (fintech) mengaku terlepas dari gaya hidup yang dibicarakan orang-orang, ia merasa senang dan nyaman berada di lingkungan kerjanya itu.

"Subjektif banget (lifestyle). At least gue merasa keren sih (kerja di perusahaannya). Kalau lingkungannya, ya it's fun. I would say nggak ada gap seniority yang besar," ujar dia.

Menurutnya, hal yang berhubungan dengan lifestyle adalah hal yang subjektif. Meski demikian, fleksibilitas kerja yang di dapat membuat mereka yang bekerja di startup memiliki lebih banyak option dan kebebasan.



Simak Video "PLN Startup Day 2025: Jembatan Startup Wujudkan Energi Masa Depan"

(zlf/zlf)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork