Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang. Jurang si kaya dan si miskin pun kian lebar.
Kepala BPS Margo Yuwono mengungkapkan angka ini turun 340 ribu orang dibandingkan periode September 2021 dan turun 1,38 juta orang terhadap periode Maret 2021.
"Persentase penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 9,54%," kata Margo dalam konferensi pers, Jumat (15/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2021-Maret 2022, jumlah penduduk miskin perkotaan turun sebesar 0,04 juta orang, sedangkan di perdesaan turun sebesar 0,30 juta orang.
Persentase kemiskinan di perkotaan turun dari 7,6% menjadi 7,5%. Sementara itu, di perdesaan turun dari 12,53% menjadi 12,29%.
Penduduk miskin terbesar berada di wilayah Pulau Maluku dan Papua, yaitu sebesar 19,89%. Sementara itu, persentase penduduk miskin terendah berada di Pulau Kalimantan, yaitu sebesar 5,82%.
Dari sisi jumlah, sebagian besar penduduk miskin masih berada di Pulau Jawa (13,85 juta orang), sedangkan jumlah penduduk miskin terendah berada di Pulau Kalimantan (0,98 juta orang).
Garis Kemiskinan pada Maret 2022 adalah sebesar Rp 505.469,00 per kapita per bulan.
"Dibandingkan September 2021, Garis Kemiskinan naik sebesar 3,97%. Sementara jika dibandingkan Maret 2021, terjadi kenaikan sebesar 6,97%," ujarnya.
Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM).
BPS mencatat bahwa peranan komoditas makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan.
Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2022 di Perkotaan sebesar 72,48% dan di Perdesaan sebesar 76,43%.
Garis Kemiskinan merupakan suatu nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan bukan makanan yang harus dipenuhi agar tidak dikategorikan miskin.
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
Jurang si Kaya dan Si Miskin Makin Lebar
Kepala BPS Margo Yuwono mengungkapkan angka ini meningkat 0,003 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2021 sebesar 0,384. Ini artinya jurang pemisah si kaya dan si miskin semakin lebar.
"Gini Ratio di perkotaan pada Maret 2022 tercatat sebesar 0,403 poin naik dibanding Gini Ratio September 2021 yang sebesar 0,398 dan Gini Ratio Maret 2021 yang sebesar 0,401," kata dia.
Berdasarkan ukuran ketimpangan Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok 40% terbawah sebesar 18,06%.
Hal ini berarti pengeluaran penduduk pada Maret 2022 berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah.
Jika dirinci berdasarkan daerah, di perkotaan angkanya tercatat sebesar 17,07 persen yang berarti tergolong pada kategori ketimpangan rendah.
"Sementara untuk perdesaan, angkanya tercatat sebesar 21,01%, yang juga berarti tergolong pada kategori ketimpangan rendah," ujar dia.
Ketimpangan Provinsi
Pada Maret 2022, provinsi dengan Gini Ratio tertinggi adalah Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu sebesar 0,439.
Sementara itu, provinsi dengan Gini Ratio terendah tercatat di Bangka Belitung, yaitu sebesar 0,236.
Jika dibandingkan dengan Gini Ratio nasional yang sebesar 0,384 terdapat enam provinsi dengan angka Gini Ratio lebih tinggi, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta (0,439), DKI Jakarta (0,423), Gorontalo (0,418), Jawa Barat (0,417), Papua (0,406), dan Sulawesi Tenggara (0,387).
(kil/zlf)