"Pada 2014 nilai investasi di proyek hijau dari sektor swasta hanya mencapai US$ 8 miliar. Pada 2020 menjadi hampir 10 kali lipatnya yakni US$ 87 miliar," kata Sri Mulyani saat menutup G20 Infrastructure Investors Dialogue, Jumat (15/7/2022).
Terlepas dari itu, Sri Mulyani mengakui bahwa gap investasi infrastruktur masih besar. Hal ini membuat bank pembangunan multilateral dan bank pembangunan nasional perlu terus menjembatani keinginan sektor swasta untuk berinvestasi di sektor infrastruktur.
"Institusi publik, termasuk perpanjangan tangan Kementerian Keuangan seperti PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), juga dapat menjadi katalisator yang baik dalam menjembatani selera sektor swasta terkait proyek infrastruktur," tuturnya.
Sri Mulyani menyebut terdapat kebutuhan mendesak untuk membangun kapasitas persiapan proyek dan menekan pemerintah demi membuat rencana infrastruktur yang transparan dan mudah diprediksi.
"Dengan begitu, kita mengetahui apa yang ada di pipeline, kapan infrastruktur akan dibangun, dan terutama proses pengadaan seperti apa yang akan dilakukan," tambahnya.
Dengan infrastruktur yang berkualitas, diyakini Sri Mulyani, akan menjadi dasar dari pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial ke depan.
"Kita dapat melihat bahwa dengan pembangunan infrastruktur, mobilitas dan produktivitas bertumbuh terutama di daerah terpencil dan tertinggal. Mereka akan dapat menikmati kemajuan pembangunan ke depan," ucapnya. (aid/eds)