Sederet Rencana Aksi Buruh: Demo Besar-besaran hingga Mogok Kerja

Sederet Rencana Aksi Buruh: Demo Besar-besaran hingga Mogok Kerja

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Sabtu, 16 Jul 2022 14:30 WIB
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal melakukan orasi saat aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Rabu (8/12).
Demo Buruh/Foto: Pradita Utama

Sementara itu, Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz menjelaskan lebih lanjut soal aksi yang akan digelar para buruh itu. Aksi mogok produksi itu merupakan tindak lanjut dari gugatan yang dilayangkan oleh buruh menyangkut beberapa perkara.

Perkara-perkara inilah yang juga melandasi penyelenggaraan kasi tanggal 18 Juli di ibu kota. Perkara pertama ialah soal intervensi kuat Mendagri terhadap proses penetapan UMP dan UMK oleh kepala daerah. Buruh menganggap, gubernur di daerah-daerah sudah tidak punya keleluasaan dan tidak lagi berkomunikasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

"Upah itu kan salah satunya domainnya Kemnaker sebenarnya di nasionalnya. Tapi sekarang gubernur lebih tunduk dan patuh terhadap menteri dalam negeri," tutur Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Besok Senin kami akan coba suarakan. Meminta Mendagri untuk tidak terlalu ikut campur dalam proses Gubernur dalam menetapkan UMP dan UMK," tambahnya.

Perkara kedua, menyangkut revisi UU P3, di mana buruh menilai, UU ini dijadikan DPR untuk membawa Omnibus Law UU Cipta Kerja. Akhirnya memohon dan menggugat uji formil dan materiil terhadap UU P3 itu sudah bersidang kemarin tgl 14 Juli 2022.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, perkara berikutnya yang dipermasalahkan ialah Mahkamah Agung yang secara tiba-tiba menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2021.

Surat ini dikeluarkan sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan. Yang dipermasalahkan ialah salah satu kamarnya, yakni kamar perdata khusus yang mengatur Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) menggunakan UU Cipta Kerja dalam memutuskan perkara.

Di sisi lain, sebelumnya Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa UU Cipta Kerja atau Omnibus Law cacat formil. Oleh sebab itu, buruh meminta MK membatalkan atau setidaknya merevisi kamar PHI tersebut.

"Dengan demikian, apapun perselisihan yang dinaikkan sampai ke PHI, maka sudah dipastikan kaum buruh akan kalah total," ujar Riden.


(ara/ara)

Hide Ads