4 Jurus Pulihkan Dunia dari Pandemi: Infrastruktur hingga Keuangan Digital

4 Jurus Pulihkan Dunia dari Pandemi: Infrastruktur hingga Keuangan Digital

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 18 Jul 2022 15:12 WIB
Pertumbuhan ekonomi RI di kuartal II-2021 diramal tembus 7%. BI menyebut hal ini karena pemulihan di sektor pendukung turut mendorong ekonomi nasional.
Ilustrasi Pemulihan Ekonomi. Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Forum dialog B20-G20 yang diselenggarakan B20 Indonesia Finance & Infrastructure Task Force membahas strategi dalam pemulihan ekonomi dunia usai Pandemi. Salah satu yang disepakati terkait infrastruktur hingga keuangan digital.

Chair of B20 Indonesia Shinta Kamdani saat membuka dialog B20-G20 ini mengatakan ketimpangan antara negara maju dan berkembang dalam memulihkan diri akibat krisis pandemi tak bisa dilepaskan dari persoalan keuangan dan infrastruktur yang ada di masing-masing negara tersebut.

"Solusi utama yang dirumuskan dalam bentuk empat rekomendasi itu harus kita dorong dalam KTT G20 agar kerja sama pembiayaan pemerintah yang terjangkau dan sesuai antara negara, infrastruktur digital dan cerdas dan yang terpenting, keseimbangan antara pertumbuhan, produktivitas dan stabilitas bisa segera diwujudkan," jelasnya dalam keterangan resminya dikutip Senin (18/7/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Shinta menekankan, warisan dari Presidensi B20-G20 Indonesia ini lebih dari sekadar inisiatif dan akan berkesinambungan. Dalam kesempatan ini, Shinta menyoroti dua program warisan potensial yang mendukung rekomendasi kebijakan Task Force F&I untuk mendorong kolaborasi antar negara mempercepat pemulihan ekonomi melalui perdagangan karbon hingga mencapai net zero.

Pertama, Carbon Center of Excellence yang akan membantu dunia bisnis memahami dan menavigasi perdagangan karbon melalui pusat berbagi pengetahuan dan praktiknya dengan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan bisnis untuk mengembangkan bisnis yang berbasis industri hijau.

ADVERTISEMENT

"Kami bertujuan untuk meningkatkan jumlah proyek berkelanjutan yang dapat didanai melalui perdagangan karbon. Ini sangat penting karena akan membantu pembiayaan bagi negara-negara berkembang dalam menurunkan emisi karbon," jelas Shinta.

Kedua, Global Climate Finance Alliance, yakni aliansi multilateral baru yang dirancang untuk mengukur dan mereplikasi inovasi, solusi teknologi dan keuangan termasuk pembiayaan campuran untuk dapat menarik investasi yang sejalan dengan aksi iklim dan mencapai tujuan berkelanjutan sesuai indikator SDG's.

"Hal terpenting, dalam rangka mempererat hubungan antara komunitas bisnis dari negara-negara G20, Presidensi B20 Indonesia memfasilitasi interaksi jaringan dan mengeksplorasi peluang bisnis baru untuk perdagangan dan investasi demi mendukung percepatan pemulihan ekonomi global yang lebih adil dan inklusif," jelas Shinta.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum KADIN Indonesia Arsjad Rasjid menegaskan, empat rekomendasi yang diajukan Task Force F&I untuk mewujudkan masa depan yang hijau dan berkelanjutan harus didukung dan diperjuangkan, terutama terkait hambatan dan rintangan yang menghalanginya.

"Kesenjangan terkait infrastruktur antara negara maju dan berkembang sangat terlihat jelas. Negara berkembang menghadapi tantangan yang sudah menjadi persoalan klasik, yakni minimnya infrastruktur di wilayah pedalaman dan pedesaan sehingga membuat pertumbuhan ekonomi menjadi tersendat dan berjalan lambat," jelas Arsjad.

Minimnya pembiayaan untuk infrastruktur, kata Arsjad harus segera diatasi. Di Indonesia, perkiraan biaya infrastruktur rentang 2022-2024 adalah sekitar US$ 445 miliar. Sedangkan pemerintah hanya mampu mendanai sekitar 37% dari total perkiraan biaya tersebut sehingga terjadi kekurangan biaya sebesar US$ 280 miliar.

"Untuk mengatasi tantangan tersebut perlu ada kolaborasi dan kerja sama yang lebih kuat. Pertama, kolaborasi dan kerja sama komunitas internasional, seperti G20 sangat penting untuk mempercepat proyek infrastruktur yang berkelanjutan," katanya.




(das/zlf)

Hide Ads