Saat ini tengah ramai diperbincangkan perihal kegiatan Citayam Fashion Week (CFW) yang jadi rebutan para influencer. Para influencer ini berlomba-lomba mendaftarkan merek CFW sebagai hak kekayaan intelektual (HKI) ke Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI) Kemenkumham. Salah satunya yaitu aktor, Baim Wong.
Merek sendiri merupakan identitas suatu produk yang memiliki daya pembeda dengan produk barang atau jasa dagang lainnya. Agar tidak digunakan dan diklaim oleh orang lain, pelaku usaha harus melindungi merek tersebut dengan mendaftarkannya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham.
Kejadian ini sontak membuat masyarakat geger. Pasalnya, aktivitas ini pada awalnya diinisiasi oleh anak-anak Sudiman, Citayam, Bojong Gede, dan Depok (SCBD) dan dilaksanakan tanpa adanya naungan dari pihak manapun. Di sisi lain, yang menjadi sorotan ialah lokasi kegiatan yang berada di area publik dan terbentuk secara natural, menjadikan sebagian masyarakat beranggapan bahwa aktivitas ini merupakan ruang ekspresi publik dan tidak untuk dikomersialisasikan pihak luar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, sebetulnya bagaimana tindakan para influencer yang mendaftarkan suatu kegiatan publik ini menjadi merek sendiri di mata hukum?
Advokat dan Konsultan HKI, Donny A. Sheyoputra mengatakan siapapun berhak mengajukan permohonan pendaftaran suatu merek tertentu. Dengan demikian, secara normatif para influencer ini berhak mengajukan pendaftaran terhadap merek CFW. Meski demikian, perkara apakah permohonan ini akan disetujui atau tidak, itu menjadi tinjauan Kemenkumham.
"Siapapun kan boleh mengajukan permohonan pendaftaran. Tapi kan belum tentu disetujui," ujar Donny kepada detikcom, Senin (25/07/2022).
Untuk lebih lanjutnya, Donny mengatakan aturan tersebut dibahas secara jelas dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pun syarat dan tata cara permohonan dapat dilihat secara jelas pada Bab III pasal 4 dalam UU tersebut. Tidak ada larangan mengenai pendaftaran dari nama suatu kegiatan publik.
Selanjutnya, pada Bagian Keempat pasal 13 UU tersebut juga disebutkan bahwa permohonan akan diterima dan mulai diproses setelah persyaratan minimum terpenuhi. Persyaratan tersebut antara lain: (a) formulir Permohonan yang telah diisi lengkap; (b) label Merek; dan
(c) bukti pembayaran biaya. Dari syarat inilah, terlihat bahwa siapapun bisa mencoba untuk mengajukan permohonan pendaftaran merek.
Di sisi lain, Donny menambahkan, dalam hukum merek saat ini Indonesia menganut sistem first to file atau siapa yang daftar duluan. Dengan kata lain, merek akan terlindungi apabila telah melakukan permohonan pendaftaran ke pihak yang berwenang yaitu DJKI.
"Sekarang seperti itu. Kalau dulu first to use atau siapa yang pakai duluan itu dia yang punya," ujar Donny.