Pengusaha meminta agar pemerintah menghapus kebijakan batas pasok pengusaha minyak sawit mentah ke dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) dan aturan harga CPO atau Domestic Price Obligation (DPO).
Berikut fakta-faktanya:
1. Minta DMO Dicabut Agar Ekspor Ngebut
Menurut, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, penghapusan tarif pungutan ekspor (PE) tidak cukup untuk memperlancar ekspor dari crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit. Tetapi yang sangat berpengaruh menurutnya adalah dicabutnya kebijakan DMO.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ekspor bisa bergelinding apabila DMO yang ribet ini dihapuskan. Dulu DMO Januari dilepas, masuk subsidi, lalu balik lagi DMO, ini apa? Berarti pemerintah tidak secure dengan program apa yang dilakukan, Jadi kalau menurut saya, saya sepakat dengan Maruli itu DMO hapus dan ini sudah direncanakan Mendag," katanya dalam diskusi virtual CNBC TV, Senin (25/7/2022).
Dalam kesempatan yang sama Anggota Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Maruli Gultom menerangkan bahwa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengurusi minyak goreng bikin pusing, terutama DMO-DPO.
"Ini urus minyak goreng naik peraturan maju mundur berubah sana sini, hati ini berubah lagi. Gimana ya bilangnya ya, mekanisme pasar disrupsi pengusaha akan berbagai hal akan terjadi, urus migor ini banyak solusinya, tetapi dengan perubahan-perubahan aturan bikin pusing," jelasnya.
2. Produksi Migor Murah ke BUMN Jangan Swasta
Sahat juga mengatakan agar distribusi minyak goreng murah, baik kemasan sederhana dan curah ditugaskan kepada BUMN saja seperti ke Perum Bulog dan Holding BUMN Pangan ID Food. Model distribusinya seperti penugasan Pertamina mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM).
"Itu kan kita udah lihat, kayak di Pertamina hulu hilir dia bisa kontrol. Seharusnya itu (program) jangan dikasih swasta, swasta ada cuan dia jalan, kalau tidak ada cuan dia diam aja," terangnya.
"Jadi saya setuju penghapusan DMO, PE dan (harga) sesuai mekanisme pasar. Nah untuk make sure MinyaKita sampai ke lapangan kasihkan tanggung jawab itu ke pemerintah Bulog dan ID Food," tambahnya.
Kemudian, Maruli mengatakan jika distribusi minyak goreng murah dilakukan oleh BUMN, disebut tetap akan mendapatkan untung. Bahkan katanya BUMN bisa untung 100%.
"Kita punya PTPN Perkebunan Negara, (punya kebun sawit) luasnya, saya kira pernah hitung 300 ribuan hektar lebih yang sudah siap panen dan masih ada 100 ribu lagi belum matang. Kalau dihitung luas kebun seluas itu kebutuhan kita itu bisa ditutupi," jelasnya.
"Tidak perlu subsidi biaya produksi CPO hanya Rp 4.000, paling mahal Rp 6.000 diproses kemudian dijual Rp 14.000/liter. Itu untung bahkan 100% PTPN untungnya. Walaupun berbeda dengan secara harga internasional," ungkapnya.