Ide bisnis bisa datang dari mana saja. Bahkan saat makan siang dengan sate madura. Hal inilah yang dialami oleh Pairin (64). Ia mengakui mendapatkan ide bisnis saat melihat nyala bara sate dan ikan bakar di pinggir jalan.
Bukan usaha makanan yang ia geluti, melainkan arang. Menurutnya, bisnis ini tidak ada matinya. Barang tidak akan rusak dan potensi pasarnya membesar seiring menjamurnya usaha makanan yang menyajikan kudapan dengan cara dibakar.
"Ini bukan bisnis musiman. Pasar kita tuh para penjual sate dan seafood yang ada di seluruh Jabodetabek," ungkap Pairin kepada tim d'Mentor Kamis (4/8).
Berdasarkan pengalamannya, Pairin menegaskan bahwa kebutuhan arang di wilayah itu sangat besar sehingga produksi dari seluruh produsen masih kurang. Hal ini dibuktikan dengan masih maraknya support arang dari luar daerah seperti Ciamis dan Tasikmalaya.
"Untuk lokal saja masih kurang. Apalagi sekarang itu banyak eksportir briket yang melempar produknya ke Eropa maupun Timur Tengah. Dan para eksportir ini butuh support arang yang banyak untuk memenuhi kebutuhan bahan briket," ungkapnya.
Pairin mengaku, dari satu karung batok kelapa, ia dapat menghasilkan 5 kilogram arang dengan kualitas bagus. Bukan hanya itu, residu-residu dari proses pembakaran pun bisa ia manfaatkan menjadi produk lain. Setidaknya, ada 3 jenis produk yang bisa diperolehnya dalam satu kali proses pembakaran arang. Artinya, omset yang dihasilkan pun bisa diperoleh tiga kali lipat.
"Istilahnya limbah turunan dari arang berupa serbuk dari ayakan arang itu. Nah serbuk ini saya olah lagi menjadi pupuk kompos dan media tanam," tutur Pairin.
Soal omset, Ia menjelaskan, setidaknya pendapatannya bisa digunakan untuk menyekolahkan ketiga anaknya. Menurutnya, fluktuasi harga arang relatif stabil sehingga bisa digunakan sebagai usaha yang dirintis sejak dini.
"Ya setidaknya 100-120 juta lah sebulan," tutup pairin.
(vys/fuf)